Pelayanan SPBU Karangagung Pilih Kasih
Waytenong, WL - 09 Agustus 2011
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Pekon Karangagung Kecamatan Waytenong Kabupaten Lampung Barat (Lambar), hampir setiap hari mengalami kekosongan. Itu disebabkan pengelolanya (operator) lebih mengutamakan para agen yang mengecor hingga ratusan liter.
Anehnya lagi pihak Diskoperindagsar tak berdaya dalam hal ini. Bukan hanya itu, pihak pengelola juga tidak peduli akan kebutuhan masyarak banyak yang setiap hari menggunakan premium dan solar untuk menunjang aktivitas kesehariannya.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Direktur Eksekutif LSM Tim Operasional Penyelamat Aset Negara-Republik Indonesia (Topan-RI), Drs. Kaidul Iman, kepada Warta Lambar, Senin (8/8), mengatakan sikap pengelola ataupun siapa saja yang berperan di dalam SPBU tersebut kurang profesional.
Pasalnya, keberadaan SPBU tersebut cukup merugikan masyarakat luas terutama untuk masyarakat Waytenong dan sekitarnya. “Kalau begitu, pihak SPBU dianggap hanya mementingkan kepentingan pribadi saja,” jelasnya.
Ditambahkannya, demi mengambil keuntungan yang lebih banyak pihak SPBU selalu mengutamakan pelayanan terhadap pembeli yang menggunakan jerigen ketimbang konsumen yang telah lama mengantre. Hal tersebut dikarenakan, pihak pengelola diduga mendapatkan fee dari pengecor atau para pedagang eceran tersebut.
Masih kata Kaidul, SPBU tersebut cukup jarang beroperasi hingga sore hari dan hanya pagi hari. Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan koran ini dari petugas SPBU, premium telah habis pada pukul 09.00 saja karena stok telah habis.
Namun anehnya hal tersebut selalu berlangsung secara terus menerus. “Saya yang merasa terpanggil akan keluhan masyarakat Waytenong akan melaporkan kepada pihak terkait mengenai masalah ini karena jika dibiarkan akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan.”
Hal tersebut terlihat jelas, karena masyarakat jarang bahkan tidak pernah bisa mengisi kendaraan pribadinya di SPBU itu dan lebih banyak mengisi pada pedagang eceran. Akan tetapi, masyarakat yang membeli dari pengecer harga yang diberikan cukup jauh berbeda dari harga di SPBU.
Dari itu, ingatnya, sebelum SPBU diproses secara hukum diharapkan agar bisa mementingkan masyarakat luas. “Bukan hanya mementingkan oknum-oknum tertentu demi keuntungan yang lebih besar,” pungkasnya. (san)
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Pekon Karangagung Kecamatan Waytenong Kabupaten Lampung Barat (Lambar), hampir setiap hari mengalami kekosongan. Itu disebabkan pengelolanya (operator) lebih mengutamakan para agen yang mengecor hingga ratusan liter.
Anehnya lagi pihak Diskoperindagsar tak berdaya dalam hal ini. Bukan hanya itu, pihak pengelola juga tidak peduli akan kebutuhan masyarak banyak yang setiap hari menggunakan premium dan solar untuk menunjang aktivitas kesehariannya.
Menyikapi hal tersebut, Wakil Direktur Eksekutif LSM Tim Operasional Penyelamat Aset Negara-Republik Indonesia (Topan-RI), Drs. Kaidul Iman, kepada Warta Lambar, Senin (8/8), mengatakan sikap pengelola ataupun siapa saja yang berperan di dalam SPBU tersebut kurang profesional.
Pasalnya, keberadaan SPBU tersebut cukup merugikan masyarakat luas terutama untuk masyarakat Waytenong dan sekitarnya. “Kalau begitu, pihak SPBU dianggap hanya mementingkan kepentingan pribadi saja,” jelasnya.
Ditambahkannya, demi mengambil keuntungan yang lebih banyak pihak SPBU selalu mengutamakan pelayanan terhadap pembeli yang menggunakan jerigen ketimbang konsumen yang telah lama mengantre. Hal tersebut dikarenakan, pihak pengelola diduga mendapatkan fee dari pengecor atau para pedagang eceran tersebut.
Masih kata Kaidul, SPBU tersebut cukup jarang beroperasi hingga sore hari dan hanya pagi hari. Berdasarkan informasi yang dihimpun wartawan koran ini dari petugas SPBU, premium telah habis pada pukul 09.00 saja karena stok telah habis.
Namun anehnya hal tersebut selalu berlangsung secara terus menerus. “Saya yang merasa terpanggil akan keluhan masyarakat Waytenong akan melaporkan kepada pihak terkait mengenai masalah ini karena jika dibiarkan akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan.”
Hal tersebut terlihat jelas, karena masyarakat jarang bahkan tidak pernah bisa mengisi kendaraan pribadinya di SPBU itu dan lebih banyak mengisi pada pedagang eceran. Akan tetapi, masyarakat yang membeli dari pengecer harga yang diberikan cukup jauh berbeda dari harga di SPBU.
Dari itu, ingatnya, sebelum SPBU diproses secara hukum diharapkan agar bisa mementingkan masyarakat luas. “Bukan hanya mementingkan oknum-oknum tertentu demi keuntungan yang lebih besar,” pungkasnya. (san)
Tidak ada komentar