Tajuk - 03 Juli 2011
Lampung Barat. Kabupaten paling barat Provinsi Lampaung itu, kini memiliki ikon baru: mati lampu. Jadi, tak heran kalau kemudian ikon tersebut tanpa disadari melekat erat di Bumi Beguai Jejama Sai Betik itu. Terlebih sebelumnya pihak terkait, dalam hal ini PLN, berketetapan akan melakukan pelayanan terbaik terhadap konsumennya. Apalagi kalau bukan mempertahankan pelayanan yang prima dan stabil alias lampu tak pernah mati.
Persoalannya, di Lambar hampir bisa dipastikan mati lampu setiap hari. Kalau demikian, tidak berbeda artinya dengn pelayanan yang tak maksimal.
Mirisanya lagi, alasanan klasik yang selalu dikemukakan adalah karena pemeliharaan jaringan atau pemeliharaan di Gardu Induk (GI). Atau sebab lain yang diakibatkan faktor alam, misalnya tiang patah atau rubuh karena longsor dan menimpa kayu. Alasan-alasan tersebut telah terlalu sering dikemukakan dan karenanya sudah menjadi basa-basi yang kelewatan.
Pertanyaanya, kenapa pihak PLN (Ranting Liwa) sendiri tak melakukan antispasi dini agar jaringan tetap terpelihara dan pelayanan tetap bisa dilakukan secara berkelanjutan. Dampak ikutan seringnya mati lampu ini perangkat elektronika dan peralatan rumah tangga lainnya banyak yang rusak, sementara pihak PLN sendiri hanya bisa berujar maaf.
Hal menarik lainnya, adalah jajaran PLN sendiri enggan dikonfirmasi akan hal ini. Sehingga tida diketahui sebab pasti, apakah keengganan tersebut memang dikarenakan sesuatu yang ditutup-tutupi atau memang merasa keberatan jika bertemu dengan wartawan. Jika dua pertanyaan tersebut benar adanya, ini mengindikasikan pelayanan tak menunjukkan sikap elegan dan profesional. Tentu semua hal yang membelit harusnya disampaikan ke publik melalui media yang ada agar semua konsumen memahami dan memakluminya. (*)
Tidak ada komentar