Tajuk - 11 Juli 2011
Persoalan tanggungjawab sebetulnya bukan sebatas pada hal resmi atau formal semata. Lebih dari itu yang nonformal atau tidak resmi juga melekat erat tangungjawab. Sebagaimana halnya yang dilakukan oknum salah satu kepala sekolah SD di Lampung Barat (Lambar) yang memilih menelantarkan istri muda hasil pernikahan sirinya yang kini telah dikarunai seorang putri.
Terlepas apapun alasan yang kemudian dilontarkan oknum dimaksud, ada penekanan kalimat tanggungjawab yang harus dipenuhinya. Itu mencuat ketika yang bersangkutan ternyata lari dari tanggungjawab. Tanggungjawab itu sendiri sebtulnya muncul karena yang bersangkutan tak mau bertanggungjawab, melepas kewajibannya begitu saja tanpa alasan jelas.
Celakanya, ketidakjelasan itu justru merugikan orang lain secara moril dan materil, yang tidak lain adalah istrinya (meskipun dinikahi secara siri). Akibat perbuatannya yang tidak bertanggungjawab itu pula, kini oknum bersangkutan dibuat repot. Selain namanya tercemar akibat ulah perbuatannya sendiri, kini dia juga bakal berurusan dengan Inpekstorat dan penggiat lembaga nonpemerintah yang mendampingi korban.
Dalam kapasitasnya selaku PNS, si oknum tentu sadar betul bahwa apa yang dilakukannya itu bertentangan dengan aturan main yang ada. Berdasarkan fakta tersebut tentu sangat kecil celah bantahan yang mungkin dilakukannya. Dan kini adalah giliran pihak penegak hukum dalam hal ini Inspektorat yang lagi diuji nyali, mampukah menjalankan kinerja sesuai aturan dan menegakkan peraturan itu, apakah tak lebih dari macan ompong: seram tapi tak menggigit?
Itu dalam pengertian jika aturan tersebut mau betul-betul ditegakkan. Dan jika tidak, atau setelah yang merasa dirugikan ini melapor lantas tidak ditindaklanjuti, tentu kepercayaan masyarakat juga akan antipati terhadap lembaga itu. Ini juga memberi kesempatan Inspektoran unjuk gigi, sebetulnya. Sebab, fakta dan saksi maupun korban nyata-nyata telah ada dan bersiap memberikan keterangan lanjutan yang lebih tegas.
Selain itu, harapan dari ditindaklanjutinya kasus itu nanti, memberikan pelajaran berharga bagi pejabat yang bercita-cita menikah siri, atau yang terlanjur telah menikah siri dan menyia-nyikannya, nasib serupa tentu menanti. Artinya siapaun dia ketika yang bersangkutan berada di bawah naungan Korpri, tentu akan berpikir dua kali ketika berniat melakukan pernikahan siri, terus menelantarkannya. Itu jika pihak Inspektorat menjalankan aturan main yang ada. (*)
Terlepas apapun alasan yang kemudian dilontarkan oknum dimaksud, ada penekanan kalimat tanggungjawab yang harus dipenuhinya. Itu mencuat ketika yang bersangkutan ternyata lari dari tanggungjawab. Tanggungjawab itu sendiri sebtulnya muncul karena yang bersangkutan tak mau bertanggungjawab, melepas kewajibannya begitu saja tanpa alasan jelas.
Celakanya, ketidakjelasan itu justru merugikan orang lain secara moril dan materil, yang tidak lain adalah istrinya (meskipun dinikahi secara siri). Akibat perbuatannya yang tidak bertanggungjawab itu pula, kini oknum bersangkutan dibuat repot. Selain namanya tercemar akibat ulah perbuatannya sendiri, kini dia juga bakal berurusan dengan Inpekstorat dan penggiat lembaga nonpemerintah yang mendampingi korban.
Dalam kapasitasnya selaku PNS, si oknum tentu sadar betul bahwa apa yang dilakukannya itu bertentangan dengan aturan main yang ada. Berdasarkan fakta tersebut tentu sangat kecil celah bantahan yang mungkin dilakukannya. Dan kini adalah giliran pihak penegak hukum dalam hal ini Inspektorat yang lagi diuji nyali, mampukah menjalankan kinerja sesuai aturan dan menegakkan peraturan itu, apakah tak lebih dari macan ompong: seram tapi tak menggigit?
Itu dalam pengertian jika aturan tersebut mau betul-betul ditegakkan. Dan jika tidak, atau setelah yang merasa dirugikan ini melapor lantas tidak ditindaklanjuti, tentu kepercayaan masyarakat juga akan antipati terhadap lembaga itu. Ini juga memberi kesempatan Inspektoran unjuk gigi, sebetulnya. Sebab, fakta dan saksi maupun korban nyata-nyata telah ada dan bersiap memberikan keterangan lanjutan yang lebih tegas.
Selain itu, harapan dari ditindaklanjutinya kasus itu nanti, memberikan pelajaran berharga bagi pejabat yang bercita-cita menikah siri, atau yang terlanjur telah menikah siri dan menyia-nyikannya, nasib serupa tentu menanti. Artinya siapaun dia ketika yang bersangkutan berada di bawah naungan Korpri, tentu akan berpikir dua kali ketika berniat melakukan pernikahan siri, terus menelantarkannya. Itu jika pihak Inspektorat menjalankan aturan main yang ada. (*)
Tidak ada komentar