Tajuk - 14 Juli 2011
Kedewasaan berpikir pengurus partai politik (parpol) dan anggota dewan harusnya mencerminkan idealisme ketika kampanye dulu serta diaktualisasikan ke dalam karya dan kerja nyata. Banyaknya keluhan atau kekecewaan terhadap parpol dan anggota dewan menunjukkan tingginya aspirasi dan atau masukan dari masyarakat maupun konstituennya yang belum direalisasikan.
Bahkan, ada kecenderungan parpol dan anggota dewan melupakan sama sekali apa-apa yang pernah menjadi jargon dan atau janji politiknya dulu. Ada yang sibuk mengurusi kepentingan diri pribadi dan keluarga, partai, bahkan juga kelompoknya, sehingga untuk rakyatnya jauh panggang dari api. Tak pernah terpikirkan sama sekali.
Pengurus parpol biasanya sibuk berusaha melanggengkan jabatannya di parpol, bagaimana seluruh aktivitas dan keputusan parpol berada dalam genggaman tangannya. Mirisnya lagi, oknum pengurus parpolnya sendiri telah mengecewakan massa konsituennya karena melanggar AD/ART parpol dan juga ketentuan umum, misalnya. Lebih celaka lagi setelah ada pengurus parpol yang terkotak-kotak, yang sudah pasti juga konstituennya tak kamompak.
Sementara anggota dewan tak kalah genit. Perlahan-lahan meninggalkan konstituennya, sepertinya itu sudah pasti. Selain itu, sejauh ini belum ada terobosan yang signifikan ditunjukkan anggota dewan di daerah pemilihannya masing-masing, misalnya, suatu hal atau program yang pro-rakyat dan dikerjakan. Ada juga anggota dewan yang tak peka terhadap lingkungan atau daerah pemilihannya, tidak tahu apa yang mesti dikerjakan karena keterbatasan kemampuannya berpikir futuristik dan malu bertanya atau tak pernah turba.
Atas dasar itu, maka parpol harus memberikan ruang seluas-luasnya bagi kader yang menjadi anggota dewan untuk turun ke lapangan, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Angota dewan tentu tak harus dimanjakan dengan hanya karena mampu memenuhi kewajiban setor di partai, misalnya, lebih dari itu memberikan kesempatan masyarakat melihat dan mengetahui anggota dewan tersebut tentu jauh lebih berarti.
Karena itu ketika sebuah parpol menempatkan kadernya di dewan dan tak mampu memberikan kontribusi positif, tentu sangat disayangkan. Artinya, kesempatan selama lima tahun menjadi anggota dewan tentu harus digunakan semaksimal mungkin untuk berbuat. Sebab, lembaga dewan bukanlah tempat belajar berpolitik dan beradu argumentasi, tapi adalah media atau lembaga pertarungan sesunguhnya. (*)
Bahkan, ada kecenderungan parpol dan anggota dewan melupakan sama sekali apa-apa yang pernah menjadi jargon dan atau janji politiknya dulu. Ada yang sibuk mengurusi kepentingan diri pribadi dan keluarga, partai, bahkan juga kelompoknya, sehingga untuk rakyatnya jauh panggang dari api. Tak pernah terpikirkan sama sekali.
Pengurus parpol biasanya sibuk berusaha melanggengkan jabatannya di parpol, bagaimana seluruh aktivitas dan keputusan parpol berada dalam genggaman tangannya. Mirisnya lagi, oknum pengurus parpolnya sendiri telah mengecewakan massa konsituennya karena melanggar AD/ART parpol dan juga ketentuan umum, misalnya. Lebih celaka lagi setelah ada pengurus parpol yang terkotak-kotak, yang sudah pasti juga konstituennya tak kamompak.
Sementara anggota dewan tak kalah genit. Perlahan-lahan meninggalkan konstituennya, sepertinya itu sudah pasti. Selain itu, sejauh ini belum ada terobosan yang signifikan ditunjukkan anggota dewan di daerah pemilihannya masing-masing, misalnya, suatu hal atau program yang pro-rakyat dan dikerjakan. Ada juga anggota dewan yang tak peka terhadap lingkungan atau daerah pemilihannya, tidak tahu apa yang mesti dikerjakan karena keterbatasan kemampuannya berpikir futuristik dan malu bertanya atau tak pernah turba.
Atas dasar itu, maka parpol harus memberikan ruang seluas-luasnya bagi kader yang menjadi anggota dewan untuk turun ke lapangan, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Angota dewan tentu tak harus dimanjakan dengan hanya karena mampu memenuhi kewajiban setor di partai, misalnya, lebih dari itu memberikan kesempatan masyarakat melihat dan mengetahui anggota dewan tersebut tentu jauh lebih berarti.
Karena itu ketika sebuah parpol menempatkan kadernya di dewan dan tak mampu memberikan kontribusi positif, tentu sangat disayangkan. Artinya, kesempatan selama lima tahun menjadi anggota dewan tentu harus digunakan semaksimal mungkin untuk berbuat. Sebab, lembaga dewan bukanlah tempat belajar berpolitik dan beradu argumentasi, tapi adalah media atau lembaga pertarungan sesunguhnya. (*)
Tidak ada komentar