EDITORIAL : Silaturahmi Idul Fitri
Apapun alasan dan argumentasinya, kata silaturrahmi tak bisa dilepaskan dari semangat mudik lebaran setiap tahunnya. Sebab, makna mudik adalah karena ingin melakukan silaturrahmi dan bermaaf-maafan dengan orangtua, kerabat, dan handai tolan yang tidak berada di domisilinya. Atau yang paling mungkin adalah berada di kampung halaman setelah ditinggal merantau dalam jangka waktu tertentu.
Karena itu, memaknai serta mengaplikasikan kata silaturrahmi, adalah sangat sakral dan dianjurkan. Dari bersilaturrahmi berharap selalu sehat dan beroleh semua manfaatnya. Tapi sayangnya, dalam kontek bersilaturrahmi ini kadang tak memperhatikan hal-hal yang melingkupinya. Ceroboh adalah kata yang selalu menjadi penyebab semua yang menjadi akibatnya, termasuk kecelakaan lalulintas (lakalantas).
Khusus Hari Raya Idul Fitri 1432 Hijriyah tahun ini, secara kenegaraan jatuh pada hari Rabu (31/8), meski ada beberapa komunitas tertentu yang berhari raya sehari sebelum dan sesudahnya. Tentu saja perbedaan ini harus dipahami sebagai kekayaan dalam hal pemaknaan berpikir dan berkeyakinan, tidak dijadikan sebagai krikil dalam sepatu memaknai keyakinan itu sendiri. Tapi yang lebih penting dan harusnya dominan adalah peran pemerintah dalam meregulasinya. Itulah Indonesia yang bhineka, mari pupuk rasa persatuan untuk tetap menyatu.
Ada catatan lain dari lebaran kali ini. Dimana secara nasional seperti yang diinformasikan melalui televisi dan atau media lainnya, bahwa secara kuantitas dan kualitas angka kecelakaan lalulinats (lakalantas) tetap tinggi, jika tidak mau dikatakan meningkat. Ada beberapa faktor penyebabnya, seperti jumlah kendaraan yang meningkat, utamanya kendaraan roda dua (R2), sementara daya tampung prasarana jalan yang tak bertambah. Ini tentu menjadi fenomena tersendiri dan juga harusnya ada solusinya tersendiri.
Jauh-jauh hari, meski pihak terkait telah menghimbau pemudik untuk tidak mengenderai sepeda motor—mengirimkannya melalui jasa pos—tapi itu tak diindahkan. Sehingga, sedikit banyak prakiraan lakalantas yang disebabkan kelalaian dalam berkendara terbukti. Kelalaian berkendara, ternyata juga disebabkan banyak faktor, utamanya dari si pengendara itu sendiri. Misalnya tak melengkapi diri dan kendarannya dengan kelengkapan berkendara, seperti SIM, surat menyurat kendaraan, pengetahuan berkendara, dan kondisi kesehatan diri dan kendaraannya.
Tapi yang jelas, semua itu telah berlalu. Ada secuil catatan yang mesti dibenahi dalam kaitannya dengan keselamatan berkendara itu sendiri. Intensitas razia surat menyurat kendaraan melalui razia rutin, tenyata cukup efektif menyadarkan pengendara melengkapi diri dan kendaraannya dengan surat menyurat dan kelengkapan berkendara. Kemudian, intensitas patroli, ternyata juga mampu meminimalisir angka kecelakaan lalulintas dan kejahatan (kriminalitas) di jalan raya dan di pemukiman. Ini tentu harus pula jadi catatan sebagai sebuah keharusan yang mesti dilakukan ke depan. (“)
Tidak ada komentar