Usul Pembekuan YNA sebagai Langkah Antisipatif
Drs. H. Dimyati Amin ( Ketua MUI Lampung Barat) |
Jum'at, 23 September 2011
Balikbukit, WL - Mempertegas usul pembekuan Yayasan Nurul Amal (YNA) dengan segala aktivitasnya di Kabupaten Lampung Barat (Lambar)—Warta Lambar, Rabu (22/9)—merupakan langkah antisipatif agar ajaran tersebut tak terlanjur menyebar di daerah berpendudk lebih dari 420 ribu jiwa tersebut.
“Rujukan kita aktivitas YNA di Lampung Utara telah dibekukan. Kalau di daerah itu yang lebih dulu dibekukan, di daerah kita tentu juga harus dibekukan,” ungkap Ketua MUI Drs. H. Dimyati Amin menjawab wartawan saat dikonfirmasi via ponselnya ihwal dimaksud, Kamis (22/9).
Dikatakan, di kabupaten jiran Lampung Utara, MUI setempat telah merekomendasikan pembekuan yayasan tersebut ke pemkab setempat. Itu menyusul tertangkapnya 31 penganut ajaran tersebut pada 24 Agustus lalu di daerah Kalicinta. Di Lambar sendiri, kabar usul pembekuan itu didengar pengurus YNA di Muaradua OKU Selatan Sumsel, seorang pengurusnya datang dan mengklarifikasi tentang yayasan tersebut.
“Hasil penelusuran kami, secara administratif YNA memiliki izin resmi dengan sejumlah dokumen yang sah, di antaranya akta ditandatangani seorang notaris di Muaradua dokumen dari pusat. Dokumen itu menjadi rujukan mereka menyebarkan ajaran tersebut,” ujar pengurus MUI Lambar Bidang Dakwah, H.M. Danang, S.Ag.
Sekadar mengingatkan, MUI Lambar memfatwakan aktivitas YNA diindikasikan telah jauh menyimpang dari ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Misalnya, membolehkan pengikutnya tidak berpuasa pada bulan romadlon dan dosa yang ditimbulkan ditanggung sang guru besar R. Hamdani. Pengikutnya juga diperintahkan melakukan mabid di Bukit Sembilan di Lampung Selatan selama 40 hari dan di Bukit
Seluyak Muaradua OKU Selatan Sumsel 100 hari.
Lainnya, besaran zakat, infaq dan sodaqoh ditentukan guru besar R. Hamdani sebagai upaya penggalangan dana dengan cara dipaksa. Jika melanggar akan dihukum cambuk. Aliran sesat dan menyesatkan itu juga menghalalkan istri pengikutnya dicabuli sang guru besar R. Hamdani. Lanjut Danang, di Kebuntebu sendiri, baru berdiri sebuah masjid yang diurus Dali (37) dan Erma (24). Bentuk bangunan menyerupai pagoda dan terdapat ruang khusus guru besar yang tidak boleh dimasuki siapaun. Selain itu lokasinya juga jauh dari permukiman penduduk.
“Yayasan itu ternyata tak terdaftar di Kantor Kesbangpol, tidak mengantongi rekomendasi dari Kankemenag, bangunannya tidak memiliki IMB, serta sebelum mendirikan masjid tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu terhadap masyarakat sekitar dan aparat setempat,” pungkas Danang yang juga Sekcam Kebuntebu itu. (aga)
Tidak ada komentar