Geshindo: Guru PNS Dapat Dijerat Pasal 372 KUHP
Pesisir Utara, WL - Tindakan seorang oknum guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) Mukhlis yang bertugas di SDN Pekon Walur Kecamatan Pesisir Utara Kabupaten Lampung Barat (Lambar) diindikasikan melanggar pasal 372 KUHPidana tentang penggelapan dengan ancaman lima tahun penjara. Itu karena Mukhlis disinyalir menilap tabunag muridnya Rp12 juta.
Menurut Penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Geshindo, Ali Arda, tindakan Mukhlis yang cukup merugikan masyarakat sekaligus mencoreng nama baik PNS, utamanya sekolah yang diduga menilap uang tabungan muridnya pada tahun 2010 lalu diindikasikan masuk ke ranah pidana. “Perbuatan tersebut sudah jelas sangat merugikan beberapa pihak, dan setelah para murid naik kelas seharusnya uang tabungan itu diserahkan kepada murid bukan untuk dimakan,” ungkap Ali.
Sebab itu Ali menganjurkan para walimurid yang merasa dirugikan segera melapor ke pihak berwajib. Itu dimaksudkan agar guru tersebut dapat segera diproses dan mempertanggung jawabkan perbuatannya. “Untuk itu saya himbau para walimurid segera melapor ke pihak berwajib, karena menurut saya para wali murid ini mendapatkan untuk anaknya menabung tidak mudah,” lanjutnya.
Ali juga menegaskan kepsek sekolah agar dapat memberikan penjelasan terhadap perbuatan oknum guru tersebut. Ali berharap pihak berwajib dapat segera tanggap dengan perkara itu yang memakan uang tabungan murid sebesar Rp12 juta dari 18 murid. “Kepada pihak berwajib kami harap agar dapat tanggap dengan hal itu, supaya perbuatan yang cukup merugikan banyak pihak itu tidak terulang lagi,” pungkas Ali.
Wali murid di SDN Pekon Walur, mempertanyakan tabungan murid kelas lima tahun ajaran 2010.
Salah seorang wali murid, sebut saja Ag kepada Warta Lambar, Kamis (6/10), mengatakan para wali murid mempertanyakan tabungan murid kelas V tahun ajaran 2010 lalu. Itu karena hingga para murid telah naik ke kelas VI wali kelas yang berstatus PNS, bernama Mukhlis tidak memberikan tabungan muridnya. “Kemana perginya uang tabungan anak kami, sampai sekarang tabungan itu belum diberikan,” ujar Ag.
Masih kata Ag uang tabungan tersebut diperkirakan cukup besar dengan mencapai belasan juta rupiah. Dengan demikian banyak para wali murid cukup kecewa dengan hal itu.
Mantan kepsek, Nurman A, menjelaskan pihaknya tidak mengetahui ihwal dimaksud meski saat itu ia menjabat kepsek. “Saya benar-benar tidak tahu dengan hal tersebut meskipun saat itu saya masih menjadi kepsek di sekolah itu,” ungkap Nurman.
Terpisah Wali kelas Mukhlis, yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat dikonfirmasi mengatakan dirinya mengakui memakan uang tabungan tersebut sebesar sebesar Rp12 juta dari 18 murid. Dia berjanji akan mengembalikan uang tabungan tersebut setelah Ujian Nasional (UN) digelar April mendatang. “Saya memang memakan uang itu, tapi saya akan mengembalikannya,” ujar Mukhlis.
Kepsek H, Suhartomo, menambahkan pihaknya menganjurkan Mukhlis untuk segera membayar uang tabungan murid yang dililapnya tanpa harus menunggu setelah UN digelar. Suhartomo yang baru beberapa bulan menjabat sebagai kepsek, tidak mau namanya ikut tercemar. “Saya anjurkan agar dia membayar tabungan itu sebelum UN agar emosi wali murid reda dan juga saya tidak mau karena hal ini nama saya ikut tercemar,” pungkas Suhartomo. (nov)
Senin, 10 Oktober 2011
*)
Menurut Penggiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Geshindo, Ali Arda, tindakan Mukhlis yang cukup merugikan masyarakat sekaligus mencoreng nama baik PNS, utamanya sekolah yang diduga menilap uang tabungan muridnya pada tahun 2010 lalu diindikasikan masuk ke ranah pidana. “Perbuatan tersebut sudah jelas sangat merugikan beberapa pihak, dan setelah para murid naik kelas seharusnya uang tabungan itu diserahkan kepada murid bukan untuk dimakan,” ungkap Ali.
Sebab itu Ali menganjurkan para walimurid yang merasa dirugikan segera melapor ke pihak berwajib. Itu dimaksudkan agar guru tersebut dapat segera diproses dan mempertanggung jawabkan perbuatannya. “Untuk itu saya himbau para walimurid segera melapor ke pihak berwajib, karena menurut saya para wali murid ini mendapatkan untuk anaknya menabung tidak mudah,” lanjutnya.
Ali juga menegaskan kepsek sekolah agar dapat memberikan penjelasan terhadap perbuatan oknum guru tersebut. Ali berharap pihak berwajib dapat segera tanggap dengan perkara itu yang memakan uang tabungan murid sebesar Rp12 juta dari 18 murid. “Kepada pihak berwajib kami harap agar dapat tanggap dengan hal itu, supaya perbuatan yang cukup merugikan banyak pihak itu tidak terulang lagi,” pungkas Ali.
Wali murid di SDN Pekon Walur, mempertanyakan tabungan murid kelas lima tahun ajaran 2010.
Salah seorang wali murid, sebut saja Ag kepada Warta Lambar, Kamis (6/10), mengatakan para wali murid mempertanyakan tabungan murid kelas V tahun ajaran 2010 lalu. Itu karena hingga para murid telah naik ke kelas VI wali kelas yang berstatus PNS, bernama Mukhlis tidak memberikan tabungan muridnya. “Kemana perginya uang tabungan anak kami, sampai sekarang tabungan itu belum diberikan,” ujar Ag.
Masih kata Ag uang tabungan tersebut diperkirakan cukup besar dengan mencapai belasan juta rupiah. Dengan demikian banyak para wali murid cukup kecewa dengan hal itu.
Mantan kepsek, Nurman A, menjelaskan pihaknya tidak mengetahui ihwal dimaksud meski saat itu ia menjabat kepsek. “Saya benar-benar tidak tahu dengan hal tersebut meskipun saat itu saya masih menjadi kepsek di sekolah itu,” ungkap Nurman.
Terpisah Wali kelas Mukhlis, yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) saat dikonfirmasi mengatakan dirinya mengakui memakan uang tabungan tersebut sebesar sebesar Rp12 juta dari 18 murid. Dia berjanji akan mengembalikan uang tabungan tersebut setelah Ujian Nasional (UN) digelar April mendatang. “Saya memang memakan uang itu, tapi saya akan mengembalikannya,” ujar Mukhlis.
Kepsek H, Suhartomo, menambahkan pihaknya menganjurkan Mukhlis untuk segera membayar uang tabungan murid yang dililapnya tanpa harus menunggu setelah UN digelar. Suhartomo yang baru beberapa bulan menjabat sebagai kepsek, tidak mau namanya ikut tercemar. “Saya anjurkan agar dia membayar tabungan itu sebelum UN agar emosi wali murid reda dan juga saya tidak mau karena hal ini nama saya ikut tercemar,” pungkas Suhartomo. (nov)
Senin, 10 Oktober 2011
*)
Tidak ada komentar