Lembaga Pendidikan Pagardewa Masih Cara Lama
Pagardewa, WL - Lembaga pendidikan di Kecamatan Pagardewa Kabupaten Lampung Barat (Lambar) terkesan masih menerapkan cara lama meskipun anggaran di sektor tersebut telah digembar-gemborkan bahkan digratiskan. Seperti di beberapa SD, di antaranya SDN Sidodadi, setiap tahun walimurid harus menyetor 15Kg-25Kg kopi kering/tahun, SDS Batuapi memungut 40Kg kopi kering/tahun, dan kesemuanya dengan alasan untuk pembayaran gaji guru honor. Sementara pembayaran gaji guru honor telah termasuk dianggarkan dalam Biaya Operasional Sekolah (BOS).
Hal tersebut dijelaskan tokoh masyarakat setempat Ahmad, kepada Warta Lambar Kamis (6/10).
Menurutnya, kebijakan pihak sekolah memungut kopi kering tersebut telah bertahun-tahun berjalan sehingga membuat walimurid terkadang mengeluh. “Bagaimana tidak mengeluh seperti tahun ini komoditas kopi gagal panen,” jelasnya.
Ditambahkanya, dengan kondisi gagal panen tersebut pihak sekolah seakan tidak peduli karena hal itu dianggap suatu keharusan bagi walimurid.
Terpisah, seorang walimurid Waginah, ketika dikonfirmasi mengatakan, putranya yang saat ini duduk di bangku kelas 6, sejak kelas 1 harus menyetor 15Kg kopi kering/ tahun dengan alasan untuk pembayaran gaji guru honor. “Masih mending kalau panennya banyak tapi kalau panen kayak sekarang, bagaimana mau bayar, kopinya gak buah,” jelasnya.
Ketika ditanya tentang dugaan menuapnya dana BOS di sekolah tersebut, wanita paruhbaya tersebut mengaku tidak tahu-menahu soal anggaran-anggaran untuk sekolah tersebut termasuk Bantuan Siswa Miskin (BSM). Bahkan dia juga mengatakan sekolah-sekolah di kecamatan itu masih menggunakan cara lama.
Ironisnya, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan (Disdik) Jamrotin Abada, seakan tidak angkat komentar tentang perilaku sekolah yang ada dalam naungan lembaganya tersebut. “Saya tidak tahu soal itu.”
Menanggapi hal tersebut Ketua LSM LI-TPKAN, Arhap, menambahkan pihaknya berharap dinas terkait untuk menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihk sekolah tersebut. “Saya berharap pihak dinas menindak tegas hal tersebut, sebab hal itu masuk wilayahnya,” pungkasnya. (san)
Jum'at, 07 Oktober 2011
*)
Hal tersebut dijelaskan tokoh masyarakat setempat Ahmad, kepada Warta Lambar Kamis (6/10).
Menurutnya, kebijakan pihak sekolah memungut kopi kering tersebut telah bertahun-tahun berjalan sehingga membuat walimurid terkadang mengeluh. “Bagaimana tidak mengeluh seperti tahun ini komoditas kopi gagal panen,” jelasnya.
Ditambahkanya, dengan kondisi gagal panen tersebut pihak sekolah seakan tidak peduli karena hal itu dianggap suatu keharusan bagi walimurid.
Terpisah, seorang walimurid Waginah, ketika dikonfirmasi mengatakan, putranya yang saat ini duduk di bangku kelas 6, sejak kelas 1 harus menyetor 15Kg kopi kering/ tahun dengan alasan untuk pembayaran gaji guru honor. “Masih mending kalau panennya banyak tapi kalau panen kayak sekarang, bagaimana mau bayar, kopinya gak buah,” jelasnya.
Ketika ditanya tentang dugaan menuapnya dana BOS di sekolah tersebut, wanita paruhbaya tersebut mengaku tidak tahu-menahu soal anggaran-anggaran untuk sekolah tersebut termasuk Bantuan Siswa Miskin (BSM). Bahkan dia juga mengatakan sekolah-sekolah di kecamatan itu masih menggunakan cara lama.
Ironisnya, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan (Disdik) Jamrotin Abada, seakan tidak angkat komentar tentang perilaku sekolah yang ada dalam naungan lembaganya tersebut. “Saya tidak tahu soal itu.”
Menanggapi hal tersebut Ketua LSM LI-TPKAN, Arhap, menambahkan pihaknya berharap dinas terkait untuk menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pihk sekolah tersebut. “Saya berharap pihak dinas menindak tegas hal tersebut, sebab hal itu masuk wilayahnya,” pungkasnya. (san)
Jum'at, 07 Oktober 2011
*)
Tidak ada komentar