Munculnya Petualang Politik Menjelang Pemilukada
Kata “tandang” sesungguhnya memaknakan pengertian cari-pencarian—untuk mendapatkan sesuatu. Dalam istilah lokal (Lampung) kata itu juga kurang lebih bermakna sama. Kaitannya menjelang pemilihan umum kepala daerah (pem,ilukada) Bupati-Wakil Bupati 2-12-2017, (baca: sosialisasi), tak menutup kemungkinan akan kontraproduktif dengan memberi kesempatan munculnya avonturir atau petualang politik.
Kebanyakan pada kelompok ini yang menjadi subjek atau pelaku adalah yang mengklaim dirinya sebagai tokoh, atau ditokohkan masyarakat setempat. Bisa juga dari kelompok masyarakat yang membagi waktu lebihnya untuk kepentingan pribadi yang selalu mengatasnamakan lembaga atau organisasi nonpemerintah
lainnya.
Tidak heran kalau kemudian petualang ini muncul bak jamur di musim penghujan, banyak sekali model dan bentuknya.
Hanya beda pada cassing atau topeng yang dikenakan. Mereka, tokoh-tokoh tersebut selalu mencari tahu tentang calon bupati (cabup), calon wakil bupati (cawabup), atau tim suksesnya.
Intinya mereka berjanji bahwa ada sejumlah calon pemilih yang diklaimnya bisa dikendalikan untuk memenangkan si calon. Biasanya, petualang ini bermodalkan pintar bercerita dan pembicaraannya meyakinkan orang. Di samping itu selalu membawa secarik catatan atau bahkan buku tebal berisi catatan
nama-nama yang bisa diapakan saja oleh dia.
Sudah bukan rahasia lagi jika seorang tokoh, misalnya, mengklaim bisa mengendalikan sekelompok masyarakat untuk diarahkan agar memilih calon tertentu.
Imbalannya sudah pasti uang atau bentuk lain yang sifatnya menguntungkan bersangkutan. 1.000 suara, 2.000 suara, bahkan lebih dari itu dicoba diyakinkannya bisa diarahkan kepada calon yang berminat. Itu adalah
sekelumit potret dinamika sosial politik di tengah masyarakat menjelang perhelatan pesta demokrasi lima tahunan pemilukada 2012 mendatang.
Intinya, tokoh dadakan itu lahir karena momentum, bukan sebaliknya kehadiran mereka melahirkan momentum baru.
Terhadap kelompok minoritas cerdik yang cenderung licik dan munafik ini sebaiknya berhati-hati demi Lambar ke depan.
Tapi yang perlu digarisbawahi adalah pemilih kini sudah semakin cerdas. Sakleknya, mungkin mereka hanya akan mengambil duitnya saja, dan pilihannya pada calon lain. Tentu yang terpenting adalah bagaimana melakukan sesuatu (berbuat) untuk rakyat tanpa diembel-embeli hal lain. Jika seorang calon memang mempunyai program jelas, tentu masyarakat tanpa diminta juga akan mengikutinya.
Berbicara masalah pasangan calon, Lambar dikenal dengan dua daerah: atas dan bawah. Ini tentu tak dimaksudkan mempertegas dikhotomi kedua pengertian tersebut, lebih dari itu semata-mata hanya untuk keterwakilan. Terlebih, kini, warga pesisir sudah tidak sabaran secara administratif menjadi kabupaten tersendiri. Bagi warga pesisir, siapa calon yang bakal memperjuangkan komitmen tersebut, maka dialah yang kemungkinan akan dipilih.(*)
Jum'at, 07 Oktober 2011
*)
Kebanyakan pada kelompok ini yang menjadi subjek atau pelaku adalah yang mengklaim dirinya sebagai tokoh, atau ditokohkan masyarakat setempat. Bisa juga dari kelompok masyarakat yang membagi waktu lebihnya untuk kepentingan pribadi yang selalu mengatasnamakan lembaga atau organisasi nonpemerintah
lainnya.
Tidak heran kalau kemudian petualang ini muncul bak jamur di musim penghujan, banyak sekali model dan bentuknya.
Hanya beda pada cassing atau topeng yang dikenakan. Mereka, tokoh-tokoh tersebut selalu mencari tahu tentang calon bupati (cabup), calon wakil bupati (cawabup), atau tim suksesnya.
Intinya mereka berjanji bahwa ada sejumlah calon pemilih yang diklaimnya bisa dikendalikan untuk memenangkan si calon. Biasanya, petualang ini bermodalkan pintar bercerita dan pembicaraannya meyakinkan orang. Di samping itu selalu membawa secarik catatan atau bahkan buku tebal berisi catatan
nama-nama yang bisa diapakan saja oleh dia.
Sudah bukan rahasia lagi jika seorang tokoh, misalnya, mengklaim bisa mengendalikan sekelompok masyarakat untuk diarahkan agar memilih calon tertentu.
Imbalannya sudah pasti uang atau bentuk lain yang sifatnya menguntungkan bersangkutan. 1.000 suara, 2.000 suara, bahkan lebih dari itu dicoba diyakinkannya bisa diarahkan kepada calon yang berminat. Itu adalah
sekelumit potret dinamika sosial politik di tengah masyarakat menjelang perhelatan pesta demokrasi lima tahunan pemilukada 2012 mendatang.
Intinya, tokoh dadakan itu lahir karena momentum, bukan sebaliknya kehadiran mereka melahirkan momentum baru.
Terhadap kelompok minoritas cerdik yang cenderung licik dan munafik ini sebaiknya berhati-hati demi Lambar ke depan.
Tapi yang perlu digarisbawahi adalah pemilih kini sudah semakin cerdas. Sakleknya, mungkin mereka hanya akan mengambil duitnya saja, dan pilihannya pada calon lain. Tentu yang terpenting adalah bagaimana melakukan sesuatu (berbuat) untuk rakyat tanpa diembel-embeli hal lain. Jika seorang calon memang mempunyai program jelas, tentu masyarakat tanpa diminta juga akan mengikutinya.
Berbicara masalah pasangan calon, Lambar dikenal dengan dua daerah: atas dan bawah. Ini tentu tak dimaksudkan mempertegas dikhotomi kedua pengertian tersebut, lebih dari itu semata-mata hanya untuk keterwakilan. Terlebih, kini, warga pesisir sudah tidak sabaran secara administratif menjadi kabupaten tersendiri. Bagi warga pesisir, siapa calon yang bakal memperjuangkan komitmen tersebut, maka dialah yang kemungkinan akan dipilih.(*)
Jum'at, 07 Oktober 2011
*)
Tidak ada komentar