Ihwal digerebeknya dua oknum siswa salah satu SMA
Editorial
Ihwal digerebeknya dua oknum siswa salah satu SMA berstatus negeri di Liwa Lampung Barat (Lambar) yang diduga kuat melakukan perbuatan tercela di salah satu kamar kos tak jauh dari kompleks perkantoran pemkab setempat, harusnya dijadikan sebuah pukulan telak bagi dunia pendidikan di daerah tersebut, utamanya dalam hal perubahan sikap yang tak sepatutnya. Artinya, jika pendidikan dimaksudkan sebagai upaya merubah tingkah laku dari tidak atau kurang baik menjadi baik, misalnya, fakta tersebut justru kontraproduktif dari sasaran awal.
Pertanyaannya, kenapa hal seperti itu bisa terjadi? Tentu saja jawaban sederhananya karena antar keduanya telah saling merencanakan dan menyepakatinya. Jika boleh meminjam istilah kepolisian, terjadinya perbuatan tersebut didahului adanya niat dan kesempatan. Jika di kepolisian korelasi adanya niat dan kesempatan mendorong terjadinya tindak kriminal, kaitannya dengan hal ini adalah terjadinya perbuatan mesum pada jam sekolah (belajar). Pada saat itu semestinya keduanya belajar di kelasnya masing-masing, bukan bolos dan berbuat tidak senonoh.
Ada beberapa catatan yang tersarikan dalam kerangka mencermati dan upaya mencarikan solusi agar hal serupa tak terulang lagi. Pertama, tentu saja menanamkan keyakinan dan kepercayaan diri terhadap setiap siswa bahwa tujuannya adalah belajar, apalagi pada jam sekolah setiap hari. Kemudian, bagi orangtua, yang anaknya menyewa kos-kosan harus terus diawasi. Bisa saja orangtua siswa menitipkannya kepada perangkat pekon/kelurahan setempat agar secara tidak langsung pekon (masyarakat) juga ikut mengasawinya.
Lalu, bagi sekolah itu sendiri, harus dipastikan setiap hari pada jam tertentu melakukan evaluasi tingkat kehadiran siswa dan juga frekuensi kegiatan yang diikutinya. Sehingga upaya pengawasan selalu terpantau setiap hari bahkan setiap jam. Masih bagi sekolah, menjadikan lingkungan sekolah menjadi aman dan nyaman agar siswa yang belajar betah, tentu tak bisa dipandang sebelah mata. Jika lingkungan sebuah sekolah tidak dipagari, misalnya, ini mungkin salah satu penyebab yang ikut membantu memudahkan siswanya bolos atau bahkan masuk terlambat dan pulang lebih cepat.
Bukan hanya siswa, tapi juga kepala sekolah, guru, dan staf tata usahnya. Pemberlakukan aturan masuk dan keluar (pulang) tepat waktu harus dibiasakan dan diapresiasi sebagai usaha meningkatkan kedisiplinan. Bagi yang melanggar, pastikan sanksi tegas menanti dan penerapannya tidak pandang bulu. Logika sederhananya, ketika satu atau beberapa orang siswa bolos, tentu sebelumnya yang bersangkutan telah masuk dan belajar. Pertanyaannya, kenapa siswa bisa bolos? Apakah karena pelajaran yang akan diterimanya termasuk yang tak disukai atau memang ada hal lain yang mendorongnya untuk meninggalkan pelajaran pada jam itu.
Jika penyebabnya karena pelajaran berikut termasuk yang tak disukainya, disebabkan dua hal. Pertama, pelajarannya memang masuk kategori sulit, dan kedua, karena pengajar atau gurunya yang menurut siswa kurang pas memberikan pelajaran. Mungkin terlalu monoton, bahkan guru bersangkutan menurut siswa tak mampu menyampaikan pelajaran sehingga terserap seluruhnya secara gamblang. Kesimpulannya, harus ada koreksi antara pesan yang disampaikan dalam hal ini pelajaran dan pengajar atau gurunya. (*)
Ihwal digerebeknya dua oknum siswa salah satu SMA berstatus negeri di Liwa Lampung Barat (Lambar) yang diduga kuat melakukan perbuatan tercela di salah satu kamar kos tak jauh dari kompleks perkantoran pemkab setempat, harusnya dijadikan sebuah pukulan telak bagi dunia pendidikan di daerah tersebut, utamanya dalam hal perubahan sikap yang tak sepatutnya. Artinya, jika pendidikan dimaksudkan sebagai upaya merubah tingkah laku dari tidak atau kurang baik menjadi baik, misalnya, fakta tersebut justru kontraproduktif dari sasaran awal.
Pertanyaannya, kenapa hal seperti itu bisa terjadi? Tentu saja jawaban sederhananya karena antar keduanya telah saling merencanakan dan menyepakatinya. Jika boleh meminjam istilah kepolisian, terjadinya perbuatan tersebut didahului adanya niat dan kesempatan. Jika di kepolisian korelasi adanya niat dan kesempatan mendorong terjadinya tindak kriminal, kaitannya dengan hal ini adalah terjadinya perbuatan mesum pada jam sekolah (belajar). Pada saat itu semestinya keduanya belajar di kelasnya masing-masing, bukan bolos dan berbuat tidak senonoh.
Ada beberapa catatan yang tersarikan dalam kerangka mencermati dan upaya mencarikan solusi agar hal serupa tak terulang lagi. Pertama, tentu saja menanamkan keyakinan dan kepercayaan diri terhadap setiap siswa bahwa tujuannya adalah belajar, apalagi pada jam sekolah setiap hari. Kemudian, bagi orangtua, yang anaknya menyewa kos-kosan harus terus diawasi. Bisa saja orangtua siswa menitipkannya kepada perangkat pekon/kelurahan setempat agar secara tidak langsung pekon (masyarakat) juga ikut mengasawinya.
Lalu, bagi sekolah itu sendiri, harus dipastikan setiap hari pada jam tertentu melakukan evaluasi tingkat kehadiran siswa dan juga frekuensi kegiatan yang diikutinya. Sehingga upaya pengawasan selalu terpantau setiap hari bahkan setiap jam. Masih bagi sekolah, menjadikan lingkungan sekolah menjadi aman dan nyaman agar siswa yang belajar betah, tentu tak bisa dipandang sebelah mata. Jika lingkungan sebuah sekolah tidak dipagari, misalnya, ini mungkin salah satu penyebab yang ikut membantu memudahkan siswanya bolos atau bahkan masuk terlambat dan pulang lebih cepat.
Bukan hanya siswa, tapi juga kepala sekolah, guru, dan staf tata usahnya. Pemberlakukan aturan masuk dan keluar (pulang) tepat waktu harus dibiasakan dan diapresiasi sebagai usaha meningkatkan kedisiplinan. Bagi yang melanggar, pastikan sanksi tegas menanti dan penerapannya tidak pandang bulu. Logika sederhananya, ketika satu atau beberapa orang siswa bolos, tentu sebelumnya yang bersangkutan telah masuk dan belajar. Pertanyaannya, kenapa siswa bisa bolos? Apakah karena pelajaran yang akan diterimanya termasuk yang tak disukai atau memang ada hal lain yang mendorongnya untuk meninggalkan pelajaran pada jam itu.
Jika penyebabnya karena pelajaran berikut termasuk yang tak disukainya, disebabkan dua hal. Pertama, pelajarannya memang masuk kategori sulit, dan kedua, karena pengajar atau gurunya yang menurut siswa kurang pas memberikan pelajaran. Mungkin terlalu monoton, bahkan guru bersangkutan menurut siswa tak mampu menyampaikan pelajaran sehingga terserap seluruhnya secara gamblang. Kesimpulannya, harus ada koreksi antara pesan yang disampaikan dalam hal ini pelajaran dan pengajar atau gurunya. (*)
Tidak ada komentar