Editorial
KONSISTENSI sebuah perjuangan, adalah berjalan lurus ke depan menuju sasaran yang dicita-citakan. Ia bisa berupa visi, yang mencapainya harus melalui misi-misi yang dijabarkan dan telah diperhitungkan sebelumnya dengan mempertimbangkan kemampuan, skil, dan kekuatan lain sebagai faktor pendukung. Tanpa itu, mustahil sebuah pekerjaan atau proyek besar bisa dicapai. Kalaupun dipaksakan, niscaya hasilnya takkan maksimal sebagaimana diharapkan.
Pengertian sehari-hari konsistensi ini bisa juga dimaknakan sebagai sebuah kemantapan memegang teguh sumpah setia, ikrar, komitmen, maupun janji tentang segala sesuatu. Baik itu untuk mencapai tujuan yang telah disepakati maupun kesatuan pendapat yang dibangun atas dasar kesamaan visi dan persepsi dalam memandang sesuatu yang menjadi tujuan bersama. Intinya, konsistensi adalah sebuah kesamaan pandang, melakukan dan menjaganya bersama-sama.
Katakanlah sebuah rumah tangga utuh, yang jelas-jelas dibangun atas dasar kesamaan pandang berikut visi dan persepsi yang melingkupinya, harus dikawal dengan saling percaya, dan sama sekali tak pernah terniatkan untuk berpaling ke lain hati. Itu mungkin kata lain dari berselingkuh. Ketika seorang suami atau istri mulai mempersepsikan rumput tetangga jauh lebih hijau daripada rumput yang ada di pekarangan rumah sendiri, ini bisa jadi awal dari terjadinya perselingkuhan tersebut.
Ketika seseorang pada posisi jabatan lain, ketika seseorang ada pada organisasi lain, ketika seseorang jadi pengurus partai lain, dan itu dipersepsikan lebih menjanjikan, maka yang bersangkutan cepat atau lambat berupaya berpaling. Itu akan terjadi manakala yang bersangkutan tidak memegang teguh komitmen yang telah disepakati tadi. Ia menjadi labil dan akan terjebak inkonsistensi. Ini disebabkan banyak hal. Mulai dari tergiur karena jabatan yang dijanjikan lebih tinggi, basah, dan atau bergengsi serta lainnya.
Mengaitkan kata konsisten dan inkonsistensi ini, menjelang dihelatnya pesta rakyat pemilukada langsung memiliih pasangan bupati-wakil bupati Lampung Barat peridoe 2012-2017 untuk kali kedua yang dijadualkan dihelat 27 September nanti, saat ini mulai banyak terlihat buktinya. Setidaknya gejala awal ke arah itu mulai menyeruak ke permukaan. Pasang surutnya komposisi tim pemenangan masing-masing balon, tak dapat dipungkiri menjadi sebuah bukti penguatan argumentasi tersebut.
Ini tidak hanya terjadi tim keluarga, tapi juga pada pengurus beberapa organisasi atau partai politik. Alasannya bermacam-macam, mulai dari faktor kedekatan atau histori kekeluargaan maupun masalah finansial. Untuk item terakhir, nampaknya cukup mengakomodir alasan penguat seseorang hingga lompat pagar. Beralasan sosok yang kini didukungnya lebih baik, lebih mengerti, (ternyata) masih keluarga, satu organisasi, maupun tingginya kharisma yang bersangkutan, berbaur menjadi satu.
Intinya, bagi seorang pendukung, banyak hal yang mesti dikedepankan ketika ia menyukai dan menikmati permainannya sendiri. Sebaliknya, manakala ia tak berada pada posisi menguntungkan, atau minimal normal, dia akan berusaha melompat. Di sini sesunguhnya sebuah konsistensi atau komitmen diuji: ikut arus atau mempertahankan pendapat yang diyakininya benar. (*)
Pengertian sehari-hari konsistensi ini bisa juga dimaknakan sebagai sebuah kemantapan memegang teguh sumpah setia, ikrar, komitmen, maupun janji tentang segala sesuatu. Baik itu untuk mencapai tujuan yang telah disepakati maupun kesatuan pendapat yang dibangun atas dasar kesamaan visi dan persepsi dalam memandang sesuatu yang menjadi tujuan bersama. Intinya, konsistensi adalah sebuah kesamaan pandang, melakukan dan menjaganya bersama-sama.
Katakanlah sebuah rumah tangga utuh, yang jelas-jelas dibangun atas dasar kesamaan pandang berikut visi dan persepsi yang melingkupinya, harus dikawal dengan saling percaya, dan sama sekali tak pernah terniatkan untuk berpaling ke lain hati. Itu mungkin kata lain dari berselingkuh. Ketika seorang suami atau istri mulai mempersepsikan rumput tetangga jauh lebih hijau daripada rumput yang ada di pekarangan rumah sendiri, ini bisa jadi awal dari terjadinya perselingkuhan tersebut.
Ketika seseorang pada posisi jabatan lain, ketika seseorang ada pada organisasi lain, ketika seseorang jadi pengurus partai lain, dan itu dipersepsikan lebih menjanjikan, maka yang bersangkutan cepat atau lambat berupaya berpaling. Itu akan terjadi manakala yang bersangkutan tidak memegang teguh komitmen yang telah disepakati tadi. Ia menjadi labil dan akan terjebak inkonsistensi. Ini disebabkan banyak hal. Mulai dari tergiur karena jabatan yang dijanjikan lebih tinggi, basah, dan atau bergengsi serta lainnya.
Mengaitkan kata konsisten dan inkonsistensi ini, menjelang dihelatnya pesta rakyat pemilukada langsung memiliih pasangan bupati-wakil bupati Lampung Barat peridoe 2012-2017 untuk kali kedua yang dijadualkan dihelat 27 September nanti, saat ini mulai banyak terlihat buktinya. Setidaknya gejala awal ke arah itu mulai menyeruak ke permukaan. Pasang surutnya komposisi tim pemenangan masing-masing balon, tak dapat dipungkiri menjadi sebuah bukti penguatan argumentasi tersebut.
Ini tidak hanya terjadi tim keluarga, tapi juga pada pengurus beberapa organisasi atau partai politik. Alasannya bermacam-macam, mulai dari faktor kedekatan atau histori kekeluargaan maupun masalah finansial. Untuk item terakhir, nampaknya cukup mengakomodir alasan penguat seseorang hingga lompat pagar. Beralasan sosok yang kini didukungnya lebih baik, lebih mengerti, (ternyata) masih keluarga, satu organisasi, maupun tingginya kharisma yang bersangkutan, berbaur menjadi satu.
Intinya, bagi seorang pendukung, banyak hal yang mesti dikedepankan ketika ia menyukai dan menikmati permainannya sendiri. Sebaliknya, manakala ia tak berada pada posisi menguntungkan, atau minimal normal, dia akan berusaha melompat. Di sini sesunguhnya sebuah konsistensi atau komitmen diuji: ikut arus atau mempertahankan pendapat yang diyakininya benar. (*)
Tidak ada komentar