Komisi D Belum Juga Panggil Lisia
Balikbukit, WL-Komisi D DPRD Kabupaten Lampung Barat (Lambar) hingga Rabu (21/3), belum membuktikan janjinya memanggil oknum Kepala Puskesmas Pajarbulan Kecamatan Waytenong, dr. Lisia Indrawati, karena berulah dengan memungut bayaran kepada pasien yang melahirkan meski telah mengajukan klaim perawatan melalui program Jampersal beberapa bulan lalu.
Komisi yang bermitra kerja dengan dinas kesehatan ini beralasan jika pemanggilan yang dijadual 19 Maret lalu terganggu aktivitas rolling tahap II yang dilangsungkan beberapa waktu lalu.
Komisi D juga mengaku belum memanggil menjadual ulang pemanggilan oknum yang dituding perusak program pemerintah itu.
Kendati demikian, Ketua Komisi Zeplin Erizal, S.H., M.H., Rabu (21/3), pihaknya berketetapan bakal memanggil Lisia dan diskes dalam waktu dekat.
“Waktu kami masih sangat padat. kami belum jadual ulang pemanggilan Lisia. Tetapi setelah pengesahan Perda tentang Pajak dan Retribusi oknum kepala puskesmas tersebut pasti kami panggil,” kilah Zeplin
Diketahui pasien bernama Yunita yang berdomisili di Pekon Sukananti, yang telah dimintai uang untuk membayar administrasi pasca melahirkan di puskesmas rawat inap tersebut.
Kronologi kejadian, sebelumnya pasien ditangani bidan desa setempat Desma yang berdomisili Pekon Tanjungraya. Karena telah dua hari ditunggu dan tak kunjung melahirkan, akhirnya pasien dirujuk ke puskesmas yang dikepalai dr. Lisia.
Parahnya lagi, sebelum mendapat tindakan medis, pasien terlebih dahulu diminta untuk mengambil paket umum, suami korban dimintai untuk menandatangani surat yang telah dipersiapkan.
Artinya, dr. Lisia jelas tidak mendukung penuh program pemkab tersebut. Sementara pemkab kini terus berupaya agar program prorakyat itu dapat dirasakan warga yang dinilai betul-betul membutuhkan. Meski sebelumnya, keluarga pasien telah menyodorkan berkas agar mendapatkan tindakan medis melalui program Jampersal.
Dr. Lisia pun tidak memperbolehkan pasien pulang pasca melahirkan sebelum meyerahkan sejumlah uang yang dimintanya dengan berdalih pasien dimintai bayaran karena tergolong sulit melahirkan.
Menurut kerabat Yunita, Asra, Minggu (26/2), awalnya suami Yunita dimintai biaya persalinan sebesar Rp1,5 juta. Karena kondisi perekonomian, hanya disanggupi keluarga sebesar Rp800 ribu. Untuk diketahui, sejumlah dana dimaksud pinjaman dari saudara pasien.
“Pasien tidak punya uang, bahkan tergolong (maaf, red) cukup miskin. Akhirnya orangtua saya meninjamkan uang kepada pasien sebesar Rp800 ribu,” jelas Asra.
Lanjut dia, karena ada kerabat Asra yang bekerja di Dinas Kesehatan (Dinkes) Lambar, perilaku merusak citra progam pemkab tersebut dilaporkan. Karena ketahuan, sehingga petugas kesehatan yang menangani pasien menyerahkan kembali uang yang telah diminta, diketahui telah mendapat teguran dari Kepala Dinas dr. Martin Karokaro, MARS---Kadiskes saat itu, uang tersebut dikembalikan.
Meski demikian keluarga pasien kecewa terlebih sikap dari petugas yang menangani pasien cukup arogan dengan mengatakan tidak ikhlas atas tindakan yang telah diberikan.
“Kami kecewa atas sikap petugas medis tersebut, bahkan bukan hanya sekali itu saja melainkan setiap berobat di puskesmas tersebut oknum petugas kesehatan yang tak lain adalah dokter dan kepala puskesmas tersebut kerap tidak bersikap ramah kepada pasien. Kami mengharapkan jika memang program tersebut adalah gratis, dimohon untuk menjalankan program tersebut dengan baik. Terlebih setiap saat sosilisasi bupati selalu mengatakan berobat dan melahirkan gratis,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, dr. Lisia Indrawati, tidak membantah sedikitpun bahkan dirinya mengakui telah dipanggil Kadinkes Martin Karokaro, untuk dimintai keterangan. Dia juga menjelaskan jika uang yang telah diterimanya sudah dikembalikan kepada keluarga pasien.
Dia juga mengatakan bahwa pihaknya telah berdamai dengan keluarga pasien, dirinya juga berdalih bahwa petugas di puskesmas tersebut banyak yang berstatus Tenaga Kerja Sukarela (TKS), dan tidak mendapakan insentif. “Pegawai saya banyak yang berstatus TKS, jadi mereka mau makan apa,” kelit Lisia.
Ulah Lisia sempat menjadi sorotan semua kalangan, apalagi ulah Lisia mencoreng program yang tengah gencar-gencarnya disosialisasikan. Walaupaun, pemkab sendiri terkesan tak tanggap. (esa)
Komisi yang bermitra kerja dengan dinas kesehatan ini beralasan jika pemanggilan yang dijadual 19 Maret lalu terganggu aktivitas rolling tahap II yang dilangsungkan beberapa waktu lalu.
Komisi D juga mengaku belum memanggil menjadual ulang pemanggilan oknum yang dituding perusak program pemerintah itu.
Kendati demikian, Ketua Komisi Zeplin Erizal, S.H., M.H., Rabu (21/3), pihaknya berketetapan bakal memanggil Lisia dan diskes dalam waktu dekat.
“Waktu kami masih sangat padat. kami belum jadual ulang pemanggilan Lisia. Tetapi setelah pengesahan Perda tentang Pajak dan Retribusi oknum kepala puskesmas tersebut pasti kami panggil,” kilah Zeplin
Diketahui pasien bernama Yunita yang berdomisili di Pekon Sukananti, yang telah dimintai uang untuk membayar administrasi pasca melahirkan di puskesmas rawat inap tersebut.
Kronologi kejadian, sebelumnya pasien ditangani bidan desa setempat Desma yang berdomisili Pekon Tanjungraya. Karena telah dua hari ditunggu dan tak kunjung melahirkan, akhirnya pasien dirujuk ke puskesmas yang dikepalai dr. Lisia.
Parahnya lagi, sebelum mendapat tindakan medis, pasien terlebih dahulu diminta untuk mengambil paket umum, suami korban dimintai untuk menandatangani surat yang telah dipersiapkan.
Artinya, dr. Lisia jelas tidak mendukung penuh program pemkab tersebut. Sementara pemkab kini terus berupaya agar program prorakyat itu dapat dirasakan warga yang dinilai betul-betul membutuhkan. Meski sebelumnya, keluarga pasien telah menyodorkan berkas agar mendapatkan tindakan medis melalui program Jampersal.
Dr. Lisia pun tidak memperbolehkan pasien pulang pasca melahirkan sebelum meyerahkan sejumlah uang yang dimintanya dengan berdalih pasien dimintai bayaran karena tergolong sulit melahirkan.
Menurut kerabat Yunita, Asra, Minggu (26/2), awalnya suami Yunita dimintai biaya persalinan sebesar Rp1,5 juta. Karena kondisi perekonomian, hanya disanggupi keluarga sebesar Rp800 ribu. Untuk diketahui, sejumlah dana dimaksud pinjaman dari saudara pasien.
“Pasien tidak punya uang, bahkan tergolong (maaf, red) cukup miskin. Akhirnya orangtua saya meninjamkan uang kepada pasien sebesar Rp800 ribu,” jelas Asra.
Lanjut dia, karena ada kerabat Asra yang bekerja di Dinas Kesehatan (Dinkes) Lambar, perilaku merusak citra progam pemkab tersebut dilaporkan. Karena ketahuan, sehingga petugas kesehatan yang menangani pasien menyerahkan kembali uang yang telah diminta, diketahui telah mendapat teguran dari Kepala Dinas dr. Martin Karokaro, MARS---Kadiskes saat itu, uang tersebut dikembalikan.
Meski demikian keluarga pasien kecewa terlebih sikap dari petugas yang menangani pasien cukup arogan dengan mengatakan tidak ikhlas atas tindakan yang telah diberikan.
“Kami kecewa atas sikap petugas medis tersebut, bahkan bukan hanya sekali itu saja melainkan setiap berobat di puskesmas tersebut oknum petugas kesehatan yang tak lain adalah dokter dan kepala puskesmas tersebut kerap tidak bersikap ramah kepada pasien. Kami mengharapkan jika memang program tersebut adalah gratis, dimohon untuk menjalankan program tersebut dengan baik. Terlebih setiap saat sosilisasi bupati selalu mengatakan berobat dan melahirkan gratis,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, dr. Lisia Indrawati, tidak membantah sedikitpun bahkan dirinya mengakui telah dipanggil Kadinkes Martin Karokaro, untuk dimintai keterangan. Dia juga menjelaskan jika uang yang telah diterimanya sudah dikembalikan kepada keluarga pasien.
Dia juga mengatakan bahwa pihaknya telah berdamai dengan keluarga pasien, dirinya juga berdalih bahwa petugas di puskesmas tersebut banyak yang berstatus Tenaga Kerja Sukarela (TKS), dan tidak mendapakan insentif. “Pegawai saya banyak yang berstatus TKS, jadi mereka mau makan apa,” kelit Lisia.
Ulah Lisia sempat menjadi sorotan semua kalangan, apalagi ulah Lisia mencoreng program yang tengah gencar-gencarnya disosialisasikan. Walaupaun, pemkab sendiri terkesan tak tanggap. (esa)
Tidak ada komentar