BSM Pesisir Selatan Berupa Barang
Pesisir Selatan, WL-Pembagian Bantuan Siswa Miskin (BSM) di Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Lampung Barat (Lambar) tidak
mengikuti peraturan yang berlaku. Pasalnya BSM yang seharusnya direalisasikan terhadap siswa yang mendapatkan bantuan dengan
cara tunai namun tidak dengan yang dilakukan di kecamatan tersebut pembagian BSM direalisasikan dengan berupa barang, yaitu
dua stel seragam sekolah, satu buah tas, sepasang sepatu, dasi, topi, ikat pinggang, dan pulpen.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan (Disdik) Kecamatan Pesisir Selatan Samsul Bahri, S.Pd., M.M., kepada
Warta Lambar, Rabu (4/4), mengatakan pembagian BSM di kecamatan itu dilakukan dengan pembagian berupa barang keperluan siswa
sekolah, Samsul menjelaskan hal tersebut merupakan permintaan para kepala sekolah di kecamatan itu yang khawatir jika BSM
direalisasikan dengan tunai tidak digunakan walimurid untuk memenuhi keperluan siswa sekolah. “Jika BSM itu dibagikan dengan
cara tunai kerap digunakan wali murid untuk memenuhi kebutuhan hidup bukan untuk membeli keperluan anaknya sekolah,” ungkap
Samsul.
Didalam buku keterangan mengenai BSM dijelaskan BSM yang diterima oleh siswa sebesar Rp360 ribu/siswa, namun yang dibagikan
kepada siswa hanya sebesar Rp350 ribu/siswa, Samsul menjelaskan sisa dari 350 ribu adalah untuk keperluan administrasi pos.
Dari 17 Sekolah Dasar (SD) hanya 10 SD yang mendapatkan BSM sebanyak 302 siswa hal tersebut menurut keterangan Samsul pada
saat rapat untuk mendata siswa yang mendapat BSM saat sekolah libur, sehingga cukup banyak kepala sekolah yang tengah pulang
kedaerahnya masing-masing tidak dapat menghadiri rapat pendataan tersebut. “Sementara batas waktu pendataan hanya tiga
hari,” lanjut Samsul.
Sementara Irba III Inspektorat Lambar Badri Husin yang tengah melakukan pemeriksaan di beberapa sekolah di kecamatan itu
mengenai adanya laporan tentang pembagian BSM dengan berupa barang menjelaskan hal tersebut cukup jelas menyalahi peraturan
yang berlaku menerangkan bahwa pembagian BSM harus berupa uang tunai bukan berupa barang.
Masih kata Badri, namun dikarenakan alasan para kepsek yang khawatir jika BSM direalisasikan berupa uang tunai dapat disalah
gunakan oleh wali murid yaitu digunakan untuk keperluan rumah tangga membuat pihaknya memberikan toleransi. “Jika berbicara
salah cukup jelas hal tersebut menyalahi aturan namun alasannya cukup tepat, kami berharap agar hal serupa tidak terulang
lagi untuk kedepannya,” ungkap Badri.
Dimintai pendapatnya, Ketua Komisi D Zeplin Erizal, SH, MH, berjanji mengecek ihwal dimaksud di lapangan. “Ini tidak benar.
Kami akan mengecek langsung ke lapangan dan mempelajari juklak-juknisnya. Sementara ini kami mengindikasikan hal itu
menyalahi aturan karena pihak Inspektorat juga telah menegaskan hal itu menyalahi aturan. Dalam waktu dekat kami akan
meminta keterangan para pihak terkait.”
Penggiat LSM Laskar Antikorupsi (Laki), Edwar Z. Edo, berpendapat serupa. Menurut dia, apapun alasan yang disampaikan pihak
sekolah, baik itu kepala sekolah, kepala UPT, dan juga pihak ketiga, bahwa pembagiannya berupa barang, itu tetap salah.
“Hemat saya, kesalahan ini tidak bisa ditolerir, harus diberi sanksi tegas sesuai kesalahannya menurut aturan main yang
berlaku. Sebab hal serupa telah beberapa kali terjadi dan pelakunya itu-itu juga,” pungkasnya. (nov)
mengikuti peraturan yang berlaku. Pasalnya BSM yang seharusnya direalisasikan terhadap siswa yang mendapatkan bantuan dengan
cara tunai namun tidak dengan yang dilakukan di kecamatan tersebut pembagian BSM direalisasikan dengan berupa barang, yaitu
dua stel seragam sekolah, satu buah tas, sepasang sepatu, dasi, topi, ikat pinggang, dan pulpen.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan (Disdik) Kecamatan Pesisir Selatan Samsul Bahri, S.Pd., M.M., kepada
Warta Lambar, Rabu (4/4), mengatakan pembagian BSM di kecamatan itu dilakukan dengan pembagian berupa barang keperluan siswa
sekolah, Samsul menjelaskan hal tersebut merupakan permintaan para kepala sekolah di kecamatan itu yang khawatir jika BSM
direalisasikan dengan tunai tidak digunakan walimurid untuk memenuhi keperluan siswa sekolah. “Jika BSM itu dibagikan dengan
cara tunai kerap digunakan wali murid untuk memenuhi kebutuhan hidup bukan untuk membeli keperluan anaknya sekolah,” ungkap
Samsul.
Didalam buku keterangan mengenai BSM dijelaskan BSM yang diterima oleh siswa sebesar Rp360 ribu/siswa, namun yang dibagikan
kepada siswa hanya sebesar Rp350 ribu/siswa, Samsul menjelaskan sisa dari 350 ribu adalah untuk keperluan administrasi pos.
Dari 17 Sekolah Dasar (SD) hanya 10 SD yang mendapatkan BSM sebanyak 302 siswa hal tersebut menurut keterangan Samsul pada
saat rapat untuk mendata siswa yang mendapat BSM saat sekolah libur, sehingga cukup banyak kepala sekolah yang tengah pulang
kedaerahnya masing-masing tidak dapat menghadiri rapat pendataan tersebut. “Sementara batas waktu pendataan hanya tiga
hari,” lanjut Samsul.
Sementara Irba III Inspektorat Lambar Badri Husin yang tengah melakukan pemeriksaan di beberapa sekolah di kecamatan itu
mengenai adanya laporan tentang pembagian BSM dengan berupa barang menjelaskan hal tersebut cukup jelas menyalahi peraturan
yang berlaku menerangkan bahwa pembagian BSM harus berupa uang tunai bukan berupa barang.
Masih kata Badri, namun dikarenakan alasan para kepsek yang khawatir jika BSM direalisasikan berupa uang tunai dapat disalah
gunakan oleh wali murid yaitu digunakan untuk keperluan rumah tangga membuat pihaknya memberikan toleransi. “Jika berbicara
salah cukup jelas hal tersebut menyalahi aturan namun alasannya cukup tepat, kami berharap agar hal serupa tidak terulang
lagi untuk kedepannya,” ungkap Badri.
Dimintai pendapatnya, Ketua Komisi D Zeplin Erizal, SH, MH, berjanji mengecek ihwal dimaksud di lapangan. “Ini tidak benar.
Kami akan mengecek langsung ke lapangan dan mempelajari juklak-juknisnya. Sementara ini kami mengindikasikan hal itu
menyalahi aturan karena pihak Inspektorat juga telah menegaskan hal itu menyalahi aturan. Dalam waktu dekat kami akan
meminta keterangan para pihak terkait.”
Penggiat LSM Laskar Antikorupsi (Laki), Edwar Z. Edo, berpendapat serupa. Menurut dia, apapun alasan yang disampaikan pihak
sekolah, baik itu kepala sekolah, kepala UPT, dan juga pihak ketiga, bahwa pembagiannya berupa barang, itu tetap salah.
“Hemat saya, kesalahan ini tidak bisa ditolerir, harus diberi sanksi tegas sesuai kesalahannya menurut aturan main yang
berlaku. Sebab hal serupa telah beberapa kali terjadi dan pelakunya itu-itu juga,” pungkasnya. (nov)
Tidak ada komentar