Indikasi Peredaran Pupuk Palsu Jenis NPK Mutiara
KABUPATEN Lampung Barat (Lambar) yang konon adem-ayem dan masuk kategori daerah paling aman di Provinsi Lampung, nampaknya mesti dikoreksi. Bukan pada penanganan gangguan kamtibmasnya saja, tapi lebih kepada tak mengkategorikannya ke ranah aman dan tidak aman. Celah gangguan setiap aat bisa saja datang tanpa permisi. Tentu tak hars mempersolakan pelakunya, tapi lebih kepada kenapa sampai terjadi kasus atau peristiwa tersebut sampai terjadi dan penanganannya yang telah, sedang, dan, akan dilakukan secara kontinyu.
Indikasi peredaran pupuk palsu jenis NPK Mutiara di daerah pertanian Sampot Balikbukit, misalnya, seharusmya membuat banyak pihak mencermatinya secara serius. Terlebih para pihak terkait, seperti kepolisian, distributor, kios dan agan-agen pupuk, dan petani itu sendiri. Bukankah di tingkat petani juga telah ada kelompok tani, dan pada skup yang lebih luas juga terdapat gabungan kelompok tani (gapoktan). Mestinya keberadaan lembaga-lembaga tersebut kritis akan hal yang diduga menyimpang itu.
Tak elok pula ketika menyalahkan penanganan masalah ini hanya kepada satu pihak saja. Sebab, pada kenyataannya masalah pupuk dan peredarannya itu melibatkan banyak pihak. Ia merupakan matarantai yang saling membutuhkan. Terlepas dari para pelaku mengetahui atau tidak kalau produk jenis tertentu sepertiyang disebutkan palsu atau asli, semestinya pihak terkait segera mengambil langkah tegas. Pertama, tarik semua pupuk jenis dimaksud dari kios-kios, panggil agen dan disributornya, dan diproses secara hukum.
Sebab, untuk memulai penyelidikan suatu kasus, bukti awal sudah ada. Tinggal lagi niat baik pengusutan ada atau tidak. Meminjam istilah pengusutan atau penyelidikan, ini bukanlah hak mutlak kepolisian, tapi semua pihak yang terkait termasuk pemerintah termasuk Dinas Pertanian. Karena ketika berbicara masalah pertanian, yang berada di garda terdepan adalah dinas tersebut. Ini bukannya mencari kambing hitam dari sebuah indikasi permasalahan, tapi lebih kepada urut-urutan celah pengusutannya ketika memang dipandang perlu.
Dan ketika bukti awal telah ada, tentu bukan masalah dipandang perlu atau tidak, tapi merupakan suatu keharusan. Dimana hal fatal yang mengindikasikan bahwa pupuk tersebut palsu, adalah pada zak atau karung pengepakan tertera sebah CV yang memroduksinya. Padahal biasnyaa dikeluarkan oleh PT atau perusahaan basar bonafid. Namun yang lebih fatal lagi, ketika petani mencoba menggunakannya, memang sangat mengecewakan atau merugikan.
Bahwa pupuk tersebut diindikasikan palsu karena ternyata menjadi cairan lempung atau lumpur seperti tanah liat ketika dicairkan atau direndam. Dan setelah dicairkan lalu dikucurkan atau disemprotkan, ternyata tanaman yang dipupuk atau disemprot itu malah mati. Jika demikian, yang pasti merugi adalah petani dan yang beroleh untung adalah pelaku penjualan pupuk, apakah itu penjual perorangan di kios-kios, agen, distributor, atau lainnya. Tapi yang jelas ketika hal ini hendak diselidiki, bukti awal memang telah ada dan nyata.
Keberadaan dinas terkait sebagai regulator tata pertanian, tentu termasuk juga masalah distribusi pupuk, harus lebih greget. Jika demikian, disinyalir bahwa petugas pertanian yang ditempatkan di daerah-daerah pertanian tidak serta merta mengurusi atau setdaknya secara periodik memantau distribusi pupuk ini. Bahkan, mungkin saja dinas tersebut tidak ada data lengkap mengenai siapa saja distributor, agen, atau pemilik kios-kiso yang menjual pupuk dan obat-obat pertanian di Lambar. (*)
Tidak ada komentar