LPG dan Premium Mahal
Harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) ukuran 3 Kg di Kecamatan Lemong Kabupaten Lampung Barat (Lambar), mencapai Rp20 ribu hingga Rp22.500 harga tersebut semakin tidak terjangkau oleh masyarakat yang mayoritas perekonomiannya menengah ke bawah. Selain itu, masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) di kecamatan paling ujung berbatasan dengan Provinsi Bengkulu itu juga tergolong tinggi mencapai Rp8 ribu hingga Rp9 ribu/liter.
Demikian dikatakan Camat Lemong, Audi Marfi, S.Pd., ketika dikonfirmasi wartawan koran ini, Selasa (5/3), masyarakat setempat sangat mengharapkan Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pasar (Diskoperindagsar) untuk menggelar operasi pasar khusus LPG ukuran 3 Kg, karena jika dilihat dari tahun-tahun sebelumnya operasi pasar sangat mempengaruhi harga di tingkat eceran.
“Biasanya setelah digelarnya operasi pasar harga LPG 3 Kg di warung-warung menurun dari biasanya, dan jika saat ini kita membeli Rp20 ribu untuk ukuran 3 Kg maka biasanya setelah operasi pasar harga jual LPG sekitar Rp17 ribu hingga Rp18 ribu saja,” kata Audi.
Lanjut dia, untuk saat ini banyak masyarakat yang beralih kembali menggunakan kayu bakar, karena sudah tidak sanggup untuk membeli LPG, terlebih harga jualnya di tingkat eceran selalu mengalami kenaikan, selain itu kelangkaan LPG juga sering terjadi di daerah tersebut. “Selain karena harganya cukup mahal di wilayah ini sering terjadi kelangkaan, itu menjadi salah satu penyebab masyarakat mulai enggan menggunakan kompor gas,” imbuhnya.
Selain masalah LPG, terang Audi, masyarakat di kecamatan itu masih mengeluhkan dengan harga BBM jenis premium, dan dari hasil konfirmasi pihaknya kepada para pengecer, kenaikan tersebut diakibatkan karena mahalnya pembelian di SPBU Waykrui.
“Bahkan kami menduga ada permainan oknum-oknum di SPBU tersebut yang belum tercium oleh kepolisian hingga menyebabkan harga premium ditingkat eceran masih mahal, dan saya sempat membeli di SPBU tersebut dengan melalui pengecor dan untuk perliternya diharga Rp7500, harga tersebut juga diberilakukan kepada sesama pengecor lainnya, sehingga mau tidak mau pengecer yang ada di kecamatan ini harus menjual dengan harga minimal Rp8000/liter,” terang Audi.
Lebih jauh dikatakan Audi, pihaknya sangat mengharapkan pengawasan dari kepolisian untuk SPBU tersebut, karena banyak oknum masyarakat yang memanfaatkan kelangkaan untuk mendapatkan premium yang banyak lalu dijual kembali kepada pengecer dengan harga yang tidak sesuai dengan surat rekomendasi yang telah dikeluarkan kepada pengecer.
“Mahalnya premium disebabkan karena mahalnya harga beli dari pengecor lain, hal tersebut harus menjadi cacatan bersama untuk segera diatasi, dan kalu bisa oknum-oknum tersebut ditindak jika terbukti melakukan penyalahgunaan BBM seperti itu,” tukasnya. (nov)
Tidak ada komentar