BPN: Pengenaan Biaya Adalah Kebijakan Peratin
Pesisir Barat - Terkait keluhan warga Pekon Penggawalima Tengah Kecamatan Karyapenggawa Kabupaten Pesisir Barat (KPB) terhadap pembuatan sertipikat tanah dan bangunan yang dipungut biaya hingga Rp1 juta pada tahun 2012 lalu, meskipun jelas pembuatan tersebut adalah program nasional (Prona) yang memang sama sekali tidak dikenakan biaya. Pemungutan tersebut merupakan kebijakan aparat pemerintahan pekon hingga pokmas nya untuk mendanai kebutuhan administrasi pengukuran dan pemenuhan syarat-syarat untuk sertipikat tersebut.
Salah satu petugas Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Lampung Barat (Lambar) yang pada tahun 2012 lalu menjadi Koordinator Prona, Hazairin, ketika dikonfirmasi wartawan koran ini, Selasa (30/4), mengatakan bahwa kalau dari BPN sendiri, dalam hal pembuatan sertipikat tanah dan bangunan sama sekali tidak dikenakan biaya. Pengenaan biaya yang dianggap masyarakat sebagai pungutan itu merupakan kebijakan pihak pemerintahan pekon yang dananya difungsikan untuk administrasi pada saat pengukuran dan pemenuhan syarat-syarat untuk membuat sertipikat. "Jadi kalau dari BPN nya tidak ada yang namanya pungutan, namun pengenaan biaya itu adalah kebijakan pemerintahan pekonnya sendiri, artinya itu merupakan suatu kesepakatan antara masyarakat dengan aparat pemerintahan pekonnya," ungkap Hazairin.
Menurut Hazairin, ketika masyarakat biaya yang dikenakan masih tetap saja dianggap terlalu tinggi, sudah menjadi hak masyarakat untuk membuat sertipikat tanah dan bangunannya atau tidak. "Kalau memang mereka menganggap tinggi, tidak usah membuat sertipikat. Kan mudah permasalahannya," jelas Hazairin.
Masih kata Hazairin, sementara terkait keluhan tidak kunjung dikeluarkannya sertipikat tersebut, alasannya yaitu untuk Pesisir Barat yang pada tahun lalu masih bergabung dengan Lambar jumlah keseluruhan dua kabupaten tersebut yaitu mencapai 3500 sertipikat dan pembuatannya juga dengan cara kiolektif. "Pada dasarnya ada yang sudah selesai, namun jika pembagiannya tidak secara bersama secara keseluruhan dikhawatirkan dapat menimbulkan kecemburuan sosial, sementara hingga kini pembuatan sertipikat itu mencapai lebih dari 80 persen," tutup Hazairin.
Meski demikian, masyarakat tetap saja beranggapan bahwa hal tersebut menjadi lahan yang begitu subur agar bisa meraup keuntungan lebih. "Karena secara logikanya saja tidak mungkin satu bangunan atau tanah untuk membuat sertipikatnya menghabiskan dana Rp500 hingga Rp1 juta, dan kami sangat yakin jika itu adalah dibagi-bagikan kepada orang-orang yang terlibat didalamnya," beber salah seorang masyarakat yang keberatan namanya disebutkan. (nov)
Tidak ada komentar