Membentuk Karakter Diri Sebagai Bumi Penghasil Kopi
MEMBENTUK KARAKTER DIRI
SEBAGAI BUMI PENGHASIL KOPI
Oleh: Riduan Hamsyah
Sangat sedikit di antara kita yang menerapkan analisis sekaligus kajian yang tajam terhadap keberhasilan seorang pemimpin di suatu daerah. Padahal ini adalah sebuah poin yang sangat penting dilakukan untuk memposisikan eksistensi kita sebagai bagian yang hadir ke lini terdepan sosial control sekaligus peduli terhadap rencana evaluasi serta kritik membangun yang suka atau tidak suka mesti dipupuk sebagai salah satu elemen dalam komunitas yang reaktif terhadap perkembangan sebuah daerah. Lalu siapa yang mestinya melakukan itu? Jawabannya adalah semua pihak terkait yang tumbuh serta bertunas di daerah tersebut.
Peradaban politik pencitraan menjadi sajian yang hanyir di ruang tamu kemudian mengalir juga akhirnya ke pelosok. Menyapa orang-orang yang hilir mudik di trotoar juga dentang klakson basa basi di sebuah tikungan jalan menjauh pada ranah yang sulit kita raba, sebab kendaraan politik itu lebih mementingkan investasi untuk sebuah proyek pemenangan lima tahun ke depan. Dan, kepentingan terbesar sesungguhnya abu abu, sebab waktu yang disiasati akan tergelincir ke arah lain yang membuat kita semakin dingin terhadap banyak peristiwa yang akan terjadi esok hari.
Pulang kampung ke Lampung Barat sesungguhnya kita menyaksikan itu. Aroma kembang kopi dan kehangatan sapa orang-orang di dalamnya adalah kesederhanaan yang lahir dari nada bicara mereka mengisyaratkan kalimat, “Kami tidak paham apa apa!” dan jangan pernah tabu mengatakan bahwa wilayah ini adalah mutiara yang terisolir sebab satu satunya jalur yang paling efektive untuk menjangkau daerah ini adalah Jalan Lintas Liwa, maka selebihnya adalah jalan-jalan buntu yang membuat sejumlah orang mesti menghabiskan waktu untuk mengurung diri di rumah selama berwaktu waktu ketidak tahuan yang menahun serta mempercayakan segalanya kepada segerombolan tengkulak yang mendikte segala harga. Dan, tentu saja wajah perekonomian masyarakat kian terjebak dalam sebuah keterkungkungan. Ada pula sebagian yang memaksakan diri ke luar rumah merogoh biaya tambahan yang cukup mahal untuk sekedar menggapai sebuah kota atau kantung-kantung ekonomi di luar sana.
Ada kesulitan yang sangat kronis di sini. Yaitu, memasarkan hasil bumi! Saya kira pemerintah Lampung Barat gagal total dalam menyediakan jalur-jalur yang memudahkan masuknya investasi untuk membuat pelaku pelaku pasar di wilayah ini tumbuh dan berkembang. Hal ini tentu pula mimpi yang tak berkesudahan bila kita bercita cita menatap Lampung Barat sebagai Daerah wisata yang potensial. Ini tidak lain disebabkan karena tidak ada jalan yang laik sebagai sarana penghubung Kabupaten Lampung Barat dengan kabupaten-kabupaten lain di sekitarnya. Padahal sangat mungkin dilakukan sebab telah terlihat titik jalan-jalan laternatif yang telah dirintis oleh masyarakat sejak lama. Sebagai contoh diantaranya; Jalan Tebing Cuaca yang menghubungkan Kecamatan Air Hitam, Kecamatan Gedung Serian dengan Kabupaten Tanggamus via Air Dingin Serta; Jalan Raya Lebuay yang menghubungkan Kecamatan Kebun Tebu, Kecamatan Sumberjaya dan sekitarnya dengan Kabupaten Lampung Utara dan Lampung Tengah via Pekon Sinar Luas. Anda bisa membayangkan, misalnya: selama ini bila ingin menuju pasar Bandarjaya-Lampung Tengah masyarakat di Kebun Tebu atau Sumberjaya mesti berkeliling via Bukit Kemuning-Lampung Utara dengan menempuh waktu 3 jam lebih. Tetapi bila melewati jalur Lebuay bisa ditempuh dengan waktu kurang dari 2 jam. Hitunglah berapa biaya serta waktu yang bisa dihemat. Sayangnya sarana jalan melewati jalur Lebuay tersebut sangatlah parah kondisinya dan belum layak untuk dilalui roda empat.
Kembali pada bumi penghasil kopi. Tradisi di sini begitu melekat sejak lama pada keseharian masyarakt yang hidup dinamis di bagian Paling Barat Provinsi Lampung ini. Tiada hari tanpa minum kopi. Bahkan kopi adalah teman, sahabat sekaligus kebutuhan yang diam diam telah merupa sebagai identitas masyarakatnya. Tidak mudah sebenarnya untuk membentuk sebuah tradisi. Karena secara tidak langsung orang orang di sini telah membantu kita semua bukan hanya sebagai produsen hasil bumi tetapi juga lebih jauh telah mengajarkan bagaimana menikmati secangkir kopi itu sebagai ruh dari hasil kerja berkeringat di ladang-ladang yang subur. Dengan kata lain penduduk Lampung Barat telah membantu kita untuk memasyarakatkan budaya minum kopi pada dunia.
Sejak ditemukan pertama kali oleh Bangsa Etiopia di Benua Afrika sekitar 3000 tahun silam, kopi kemudian menjadi sebuah primadona di kalangan pencinta sensasi rasa minuman, menjadi semakin popular karena dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan bagi kaum penikmat sensasi rasa dari secangkir kopi tidak hanya terletak dari setiap butiran teguk yang mengalir di tenggorokkan mereka saja tetapi lebih jauh pada pengkhayatan imajenasi.
Indonesia adalah sebuah negera produsen kopi dunia yang setiap tahunnya bisa menghasilkan rata rata 400.000 ton kopi. Dan, Lampung Barat mendominasi komoditas kopi di seluruh Provinsi Lampung dengan luas lahan perkebunan mencapai 60.387 hektar dengan hasil 50.000 ton lebih dalam setiap tahunnya atau sekitar seperdelapan dari produksi kopi nasional. Fantastis bukan? meskipun prosentase antara luas lahan dengan jumlah produksi masih belum signifikan karena dipangaruhi oleh sejumlah factor yang elementer tetapi setidaknya bumi Lampung Barat adalah sebuah lumbung kopi yang konsisten.
Pertanyaan terbesar kita perlahan pun mulai terbentuk dengan analisis di atas, apakah para petani kopi di wilayah ini sudah cukup sejahtera? Sangat sulit untuk mencapai jawaban yang sensional atas pertanyaan atau lebih layak disebut sebuah kegelisahan yang nyinyir tersebut. Adakah ini sudah menjadi sebuah kegelisahan dari semua pihak sebab di lapangan ternyata kita mendapati bahwa sebenarnya sebagian besar kehidupan petani kopi masih sangat memprihatinkan. Bermukim di bawah garis kemiskinan, sulit mendapatkan layanan kesehatan yang baik, serta terbelenggu oleh isolasi kepura puraan penguasa yang meninabobokan mereka semua dalam kebudayaan basa basi.
Dari uraian di atas penulis dengan keterbatasan wawasan serta kosakatanya kemudian sedikit menyimpulkan bahwa ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan saku kita semua,
Pertama: Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Barat mesti memiliki Rencana Strategi (Renstra) yang lebih skala prioritas untuk membuat prosfek kehidupan para petani kopi ke depan menjadi lebih menjanjikan. Langkah ini bisa diimplementasikan dengan membantu para petani untuk lebih mudah dalam menurunkan hasil hasil pertaniannya ke pembeli dengan memperhatikan jalan-jalan antar pekon atau luar pekon.
Kedua: Ada kajian serta evaluasi terhadap kelompok-kelompok tani karena sesungguhnya di Lampung Barat sebagian besar petani kopi kita masih lepas dan bergerak tanpa pengayoman yang baik. Dengan aktifnya Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) maka petani setidaknya bisa lebih mudah terakomodir serta memudahkan tersalurnya kucuran bantuan dari pemerintah. Gapoktan juga diharapkan bisa membantu kesetabilan harga hasil pertanian sehingga dominasi tengkulak bisa dikendalikan.
Ketiga: Para petani Kopi Lampung Barat mesti mulai diarahkan untuk mengembangkan system pertanian organic. Mesti ada kampanye yang serius untuk menghindari pemakaian zat-zat kimia baik pestisida, fungisida maupun zat kimia apapun jenisnya yang bisa meninggalkan residu di dalam tanah. Mengapa demikian? Karena akumulasi residu yang terus menerus terabsorbsi ke dalam tanah akan menyebabkan penurunan kualitas tanah. Meningkatnya permeabelitas tanah akan berbanding terbalik dengan tingkat kesuburan yang pastinya akan berpengaruh besar terhadap hasil produksi jangka panjang. Pengembangan system pertanian organic ini juga sangat berpengaruh bagi hasil kopi dari Lampung Barat untuk go internasional. Sebab tahun 2015 telah dicanangkan era Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area, AFTA) di mana pasar dunia mengehendaki produk yang hygienis bebas dari racun kimia apapun. Demikian sebuah uraian, semoga menjadi manfaat bagi semua pihak guna menguatkan komitmen kita semua untuk pembangunan Lampung Barat. (wartalambar.com / tajuk)
--------------------------------------------------------------------------
Tentang Penulis
Nama : Riduan Hamsyah
Alamat : Ciptagara Kecamatan Kebon Tebu Lampung Barat
Alumni : SMUN 1 Sumberjaya dan Poltekkes Lampung Jurusan Kesehatan Lingkungan.
HP : 081348118070, 085779059387
Penulis pernah bekerja sebagai jurnalis dan penulis kolom (Kolomnis) juga aktif menulis karya-karya sastra, sejumlah tulisan dipublikasikan di Harian Media Kalimantan, Radar Banjarmasin, Harian Satelit News (Tangerang), Lampung Post, Majalah Sabili, Majalah Suluh serta termuat dalam sejumlah buku antologi antara lain; TANAH PILIH, 142 PENYAIR NUSANTARA, dll. Saat ini penulis bekerja sebagia pegawai di Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang, Banten.
Tidak ada komentar