Puisi Karya Yulyani Farida
PUISI PUISI KARYA YULYANI FARIDA
SKETSA DILEMA
Senandungmu adalah luka luka yang menganga
keindahan sesaat yang melenakan hinggap di relung tak berdaya.
Aku merasa tersesat di tikungan ketika berpapasan dengan kenyataan.
Ingin pulang meski dengan tatih yang begitu lunglai.
Way Mengaku, 05 Agustus 2016
MENYAPA PAGI
masih bisakah kurajut kembali mimpi semalam yang tertunda?
Terganggu alarm pagi memekakan telinga.
Imajiku berputar mulai mengingat ingat,
ingin kembali menerjemah rangkai rangkai imaji yang tertinggal dalam kenang.
Tapi entahlah,
aku mulai lupa, pikun mulai menghantui
aku pun tak mampu biaskan apa yang ada di benak dan fikiranku.
Perlahan menghilang terbawa kunang terbang
bersama rintik yang mulai berjatuhan menghapus imaji kotor membangkang.
Way Mengaku, 1 Agustus 2016
KIDUNG CINTA DI NEGERI MIMPI
Meretas rindu di ujung sepi
sekelumit kisah dan tragedi,
mencanangkan imajinasi sunyi
pada sayap kupu- kupu langit kelam.
Wahai, yang berjiwa raga
biaskan rindumu pada sebutir debu yang setia menyentuh tubuhku,
taburkan benih sayang di malam gelapku.
Tenggelamkan jiwa pada dekapan,
hanyutkan dalam kegelisahan,
benamkan dalam kesempurnaan,
Iringi langkah dalam kebersamaan.
Way Mengaku, 26 Juli 2016
DIMANA KAU PUISI
Aku lupa apa rupamu!
Aku lupa bagaimana parasmu!
Gemulai atau anggun, ataukah si buruk rupa?
Apa kabarmu kini?
Aku lupa di mana meninggalkanmu,
bisakah kau ku temukan?
Namun kini lunglai,
dan betanya tanya akankah kau kembali?
Mulai hiasi mimpiku lagi,
dengan bait bait intuisimu.
Way Mengaku, 13 Agustus 2016
MERDEKA ADA DIMANA
Dimana letak merdeka itu?
Di petani kecilkah?
Di saudagar kayakah?
Atau di para penarik upeti negeri ini?
Merdeka bukan bagi kaum duafa yang semakin terjepit dan menjerit,
bukan pula bagiku si kaum buta.
Entahlah,
kurasa merdeka hanya bagi mereka para penjilat
yang leluasa menghisap keringat kaum kerdil.
Way Mengaku, 12 Agustus 2016
TETES KEHIDUPAN
Kala tunas tunas hijau bermunculan,
tetiba tersapu terik yang membakar.
Melayu bahkan perlahan gugur
sisakan dahan mengering.
Menanti setetes hujan kehidupan.
Way Mengaku, 12 Agustus 2016
KHIMAR YANG TERSEMBUNYI
Juntai khimar tutupi lekuk tubuh,
hilangkan syahwat jalang mengintai.
Sejuk lembut menyapa,
namun tiada yang tau, tersembunyi apa
di balik juntaian itu.
Neraka kah?
Atau surga kah?
Hanya ia dan sang pencipta yang tahu.
Way Mengaku, 12 Agustus 2016
Tentang Penulis: Yulyani Farida menjadikan puisi sebagai rumah dari kegelisahan seninya yang mengalir. Hampir setahun ini belajar menulis di sebuah sekolah menulis bernama KOMSAS SIMALABA. Ia bercita untuk menjadi penyair perempuan dari Lampung Barat yang kelak bisa diperhitungkan di kancah kesusastraan nasional. Yulyani mengalami perkembangan cukup pesat dan cukup produktif sejak berlatih bersama teman temannya di Komsas Simalaba.
Tidak ada komentar