Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-24)
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (EDISI KE-24)
SAJAK KECIL
Karya Aan hidayat
Sajak-sajak kecil
bertaburan di langit-langit kamar.
Berkicau, menari dan menangis.
Sajak-sajak kecil.
Menatap jauh di balik jendela, coba ratapi mendung dan sesekali tersenyum.
Sajak-sajak kecil, ikut menari berbagi nasi bungkus daun pisang, hidangan anak-anak jalanan.
Sajak-sajak kecil, semoga suaramu disambut ranting-ranting, dan terbang bersama burung-burung lalu bertengger di awan.
Gn sugih liwa, 05 Agustus 2016
KOMSAS SIMALABA
SECAWAN MIMPI
Karya Aan Hidayat
Di bawah terik matahari,
secawan mimpi tersesat jalan pulang.
Gunung sugih liwa, 01 agustus 2016, KOMSAS simalaba
SEPASANG MATA SAYU
Karya Aan Hidayat
Sepasang mata sayu, bersembunyi
di balik ranum senyum yang malu.
Tampak ombak juga
buih-buih keraguan, sedikit lelah tiada berseri.
Belati kerinduan mencabik ulu jejantung, sisakan
perih yang bertalu.
Bertengger di balik semak
gendar cahaya harapan,
namun bukit batu
menghadang angan tetiba bisu.
Mata sayu kian meredup, menimbun rasa berjuta makna.
Gn sugih liwa, 04 agustus 2016, KOMSAS SIMALABA.
BUMI YANG RETAK
Karya Aan Hidayat
Rembulan di balik awan
hiasi langkah waktu, berselimut resah.
Mimpi yang tersesat di siang tadi tak kunjung temukan jejak kembali, terperangkap di persimpangan, tanpa rambu cahaya hati.
Desah basah angin malam hempaskan imaji ke pulau tak bertuan.
Terseret arus sang angan,
di tengah sengat mentari
silau akan mutiara bumi.
Semakin jauh waktu berlalu,
sedang jejak kian memudar,
tertimbun dedebuan mimpi.
Mendulang surga di alam angan, sedang bumi tempat berpijak kian retak, langitpun menangis, dan cahaya hati kian redup terkikis asa fatamorgana.
Gn sugih liwa, 02 agustus 2016, KOMSAS SIMALABA
INDAH NURANI PUISI
Karya Q Alsungkawa.
Selaras.
Tebaran bias rembulan, menempah nurani, indah
dari segala keindahan, alam tersaji dalam kemasan sedemikian rupa.
Dercak kagum terhatur serta syukur
pada sang peneguh
terucap mantra dalam bungkusan doa, atas panorama yang menjelma.
Seiring merangkak ke kedalaman
nurani puisi, bersitara rembulan yang surup ke matamu
dalam pancaran serupa purnama.
Dari ikhlas ucapan
gambaran hatimu yang telah merapat pada sang pengikat jiwa, adalah sebentuk kekuatan
agar tetap setabil di jalur yang teratur.
Ciptamulya 4 Agustus 2016, Lampung barat.
SETUMPUK DIKSI YANG TERABAIKAN
Karya Q Alsungkawa.
Adalah syair yang bertutur
tentunya menepi dari kalimat yang mengandung kerikil-kerikil, yang sebenarnya bukan menjadi ciri khas bahasa sastrawan-sastrawati.
Sepertinya kemarin, belum tuntas untuk memahami hari ini
bahkan untuk esok.
Dan di manakah letak nurani yang setiap detik didengungkan?
Semestinya fatwa-fatwa pujangga
tak dihiraukan
sedangkan langkahnya telah di puncak.
Ada apa dengan penyair pagi?
Adakah lembaran kekata mereka telah kita belai?
Ketika menguncah kaidah-kaidah yang bersembunyi di balik keindahan.
Hai-hai!
Kembalilah pada malam
yang menumpuk diksi yang sekian lama ini menggigil
di mana para penyair pagi tiada jua kunjung.
Ciptamulya 4 agustus 2016, Kebun Tebu, Lampung Barat.
PAGI BERSAMA PUISI
Karya Q Alsungkawa.
Selamat indah pagi.
Eembun-embun melumuri dedaunan, dan segudang asa di dalamnya, saat pengais rezeki menyentuh nurani nafkah.
Yaitu kilauan, ketika bias surya mangantar ruh pada alasan, pepohon, pada perigi, dan pada denyutan.
Secangkir kopi beraroma pagi
Energi berlangsungnya hidup, menjumpai hari esok.
Ciptamulya 30 juli 2016, Kebun tebu, Lampung Barat.
SYAIR PELURU
Karya: Anik Susanti
Kidung kematian yang kau sajakkan
Tak menakuti denyar debar darah pahlawanku
Malah semakin memantik api
Setiap desing jejak menyambar nyawa berkobar nyali
Semakin tersudut pahlawanku semakin tersenyum
Mata biarpun nanar tetap berbinar
Ia menatap jelas kematian
Tapi maju meneguhkan arah, bertumpah darah
Tanah airnya biar subur kemuliaan
Gugur atas nama ikhlas di syahid Sang Rahman
Air mata bangsa mengharu biru
Bersanding ataupun di ceritakan
Ragamu yang tak di kenal bercerai berai pada bagiannya
Tubuh yang menghangus juga terpenggal
Tapi senyum yang kau tinggal
Titik termagis yang menggiring tangis
Ketika, kau menari dengan ala kadar yang di pegangan
Menari menyambut kematian
Untuk memanjakan anak cucu bangsa
Manja ditimang kemerdekaan
Gunungkidul, 5 Agustus 2016
DIAM TANPA KATA
Karya Wanti Okdavia
Aku terdiam tanpa kata
tak sepatah kata pun bergeming dari bibirku,
Alur yang berjalan lurus pun, kini bagai rumput kering diterpa angin,
Dalam diam kuberharap ada sosok yang mampu mengertiku,
Walau tiada air mata yang menetes dalam diam ku
Pajar bulan, 30 juli 2016
KUCUMBU BAYANGMU
Karya Suyono
Kenapa bunga itu?
Lagi-lagi nampak di lamunku,
harummu selalu saja merayu.
Kenapa kau harus tumbuh di sini?
jika decak kagumku terisolir oleh safana gersang.
Kini, aku bukan kumbang penghisap sarimu,
cukup mengagumi elok warnamu.
Biar hanya kucumbu bayangmu.
Merekah dan semilah di sana,
doaku kan padu, di setiap langkah tujuan hidupmu.
Meski kini, tercipta senyum indah itu, bukan karnaku.
Terimakasih bunga,
kau pernah singgah,
dengan jutaan warna yang indah.
Tiga jaya : 6 Agustus 2016
Sekincau, Lampung barat
JANGAN MENJADI BOSAN
Karya M hidayat
Mengapa kita mesti bosan?
bukankah banyak yang bisa dipelajari
kita tidak akan
kehabisan bahan.
Ada kehidupan laut
ada bunga-bunga liar
ada puisi, dan
gejolak-gejolak dalam hati.
Semakin banyak kita belajar
semakin banyak pula,
yang kita ketahui.
Kebosanan adalah,
hal yang tidak berguna.
Talang delapan, 02 agustus 2016
Tidak ada komentar