Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-27)
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (Edisi ke-27)
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah. (Salam Redaktur: Riduan Hamsyah)
SAMPAI KAPAN
Karya Halil Hamidi
Ya..,ibarat sebuah papan mungkin itulah aku
Dibawa arus lalu tersangkut diantara bebatuan
Kadang harus terpinggirkan diantara akar pepohonan
Coba ku gapai perahu yg ada ditepian
Tapi arus seolah menyeret ku hingga ku harus terdampar dilautan
Sekuat tenaga diantara peluh dan air mata berpegangan. seonggok kayu
Hingga ku dihempas ombak ketepian
Diantara ketiada berdayaan,ku sebut nama tuhan ku
Mungkinkah ini jalan yg telah engkau berikan kepada hamba mu ini ya Allah
Lalu sampai kapan semua derita ini berahir
Tangerang, Agustus 2016
Tentang Halil hamidi: Tinggal di Sukarami, Tangkit Serdang Lampung Tanggamus. Saat ini tinggal di tangerang-Banten.
CINTA BUTA
Karya Ayu Purwaningsih
Dua sejoli itu terus merajut kasih
Bermandikan bunga yang sedang mekar
Hati mereka terus bergemuruh
Menorehkan cinta yang masih membara
Hukum adat sudah binasa
Percakapan dengan orang tua
Sudah tak digubrisnya
Tiang agama pun menghilang jua
Sikap tandukmu meski kau jaga
Dengarlah dik
Kau generasi muda
Jangan jadikan hatimu terisolir
Bersandar pada nafsu belaka
Menarik mencekik dirimu ke lembah nista
Karang Agung, 26 Agustus 2016
HATIKU TAK SUCI KASIH
Karya Ayu Purwaningsih
Hatiku sudah tak sucu kasih
Sudah banyak benang kusut yang kuraut
Sudah binasa titik putih yang terjaga
Bintik hitam melekat merajai hatiku
Saat suara sayup kudengar
Tak inginku menipu engkau
Kasihmu sunyi
Hingga kembali kudapat hasrat
Merasa engkau dekat merapat
Karang Agung, 26 Agustus 2016
Tentang Ayu Purwaningsing: Tinggal di Karang Agung, Way Tenong-Lampung Barat. Belajar menulis di sekolah menulis dunia maya KOMSAS SIMALABA. Sehari hari berprofesi sebagai tenaga pengajar.
KUTITIPKAN HARAP PADA JEJAK ITU
Karya Aan Hidayat
Entah berapa jauh sudah
langkah-langkah yang hampir lelah, menyusuri jalanan berlumpur licin dan berbatu tajam.
Engahan nafas bergumul asa
di sela butiran peluh saat kucumbui setiap lekuk elok tubuhmu.
Suoh,
Wajah indah dan berjuta tambang kehidupan,
hiasi setiap jengkal bumi menyandang damai.
Namun lidahku tiba-tiba kelu.
Disaat ku tau kau serahkan indah wajahmu
pada tamu berambut pirang.
Kini kutitipkan harapan sejahtera,
pada jejak-jejak kaki yang terluka
tentang danau indah dan tambang kehidupan.
Hotel Abadi Suoh, 22 agustus 2016
KICAUAN BURUNG
Karya Aan Hidayat
Ketika awan hitam
menjadi penghalang jarak, dan pendengaran.
Kekicau burung menutup mata hati,
meretas warna indah kebenaran.
Entah apa yang akan terjadi, badai itu
menyapu rasa, berbuih kemelut dan mencipta api.
Haruskah gelap menutup hari.
Dan bara api memijar jengkal-jengkal nafas kehidupan.
Oh munafikkah sang jiwa,
atau ini nyanyian imaji sunyi tentang benalu.
Biarlah.
Yaa biarlah.!
Hujan genangi lubuk hati
padamkan api biru di kamar itu.
Dan biarlah cahaya itu kembali 'tuk menapaki
secawan lelah yang tak sempat rebah.
Gunung Sugih, Liwa, 25 Agustus 2016
Tentang Aan Hidayat: Ia seorang wira usahawan, memiliki sebuah usaha mebel di Gunung Sugih, Liwa-Lampung Barat. Saat ini aktive berkesenian di Komsas Simalaba dan menjabat sebagai wakil ketua. Aan semakin mencintai puisi sejak bergabung pula di sekolah menulis dunia maya yang dipelopori oleh Komsas Simalaba.
SAJAKKU
Karya Suyono
Malamku dikuasai misteri
dikala imaji merongrong
hanya sofa yang memanjakan baringan jiwa
sedangkan desiran bayu
Bekukan nadi malam ini
Ironi.
Dikala tulang tertusuk dinginnya
hanya tersisa selimut usang
pahami sukma.
Terteguk raut, menyangga dagu
tanpa belaian susah dipandu.
Dapatkah kutopang rontanya bayu?
Untuk menyusuri ruang tebal belenggu imaji
yang tak dapat disentuh jemari,
seyogyanya nestafa dapat menepi
saat alam mimpi menghampiri.
Sekincau, Lampung Barat, 24 Agutus 2016
SISA TINTA
Karya Suyono
Aku tak dapat melukis langkah di depan sana,
sedangkan paksaan pijakan tak sesuai harapan.
Dapatkahku tembus imaji
bayangan cermin ini?
Entahlah!
Kini telah tersaji lembaran
bait-bait tak beraturan.
Sedang lentera di meja kupandang suram.
Setidaknya sang pemilik raga
lekati elusan dada,
untuk melukis sukma
dengan sisa tinta kemarin.
Sekincau, Lampung Barat, 24 Agustus 2016
Tentang Suyono: Alamat Tiga Jaya, KecamatanSekincau Lampung Barat. Ia bergabung di sekolah menulis dunia maya KOMSAS SIMALABA.
SERAMBI LANGIT LANGIT KASIH
Karya Anik Susanti
Akulah perdu pada rimbun Bukit Barisan
Bukan pohon nan meneduhkan
Dan daun pengharapan telah gugur
Dalam parau kemarau rontok menabur,
tanah tak terjamah
Di antara sunyi yang tak pernah kau tahu
Terbangun megah cipta cinta menancap dada
Pun sebuah ruang rahasia rasa
Serambi dan langit-langitnya ukiran kasih
Berpintu mantra doa-doa yang hanya terbuka,
untuk sebuah nama
Rindulah bisu
Hanya lambaian tumpah angan
Curahkan saja di pesona ini
Binar mataku dirayu panorama
Bukit Barisan dunia ke dua
Setelah dunia bersama kamu suri,
mati menelan janji
Sudah juga terlupa perjumpaan nan engkau nanti
Gunungkidul, 25 Agustus 2016
SEDIKSI PUISI KUTABUR DI SINI
Karya Anik Susanti
Siluet nan selalu merona
Senjanara di bias Danau Ranau
Sediksi puisi kutabur di sini
Mewarta sebuah bayang cita-cita
Lesap di antara kabut, risau
Aku berhenti di setapak ini
Gagal melangkah menulis pias kisah
Sebuah bangku kuliah
Nan mungkin bisa menerbangkanku
Pada luas cakrawala dunia
Menunjukkan bianglala di puncak Pesagi
Pada dunia dan seisi negeri
Indahnya kami
Tapi, jalan menunjukkan arah lain
Aku tetap petani kopi
Dan yang harus berubah adalah arti
Hati insan yang peduli
Berbagi ilmu dengan anak desa
Belajar bersahabat dengan alam
Bergelut pengalaman
Kisahkan zamrud nan harus dilestarikan
Gunungkidul, 25 Agustus 2016
Tentang Anik Susanti: Pecinta sastra dari Jogja yang belajar di Komsas Simalaba, sangat menekuni puisi. Beberapa karya dimuat pada antologi bersama. Karyawati sebuah perusahaan swasta ini berharap semoga Alloh menerbangkannya suatu saat kelak ke seluruh wisata Lampung Barat. Anik juga tergabung di sekolah menulis Komsas Simalaba.
AKU DAN DIRIMU
Karya Yulyani Farida
Aku,
manusia kecil tak berpaham,
dengan segala lemah dan kurang
selaksa rumput tak bertuan.
Dirimu,
begitu kerdil serupa bonsai
yang mempesona.
Namun sayangnya,
tumbuh di halaman tetangga.
Way Mengaku, 23 Agustus 2016
TERLALU JAUH LANGKAHKU
Karya Yulyani Farida
Dalam senyap kuterjaga
merenung dalam bayang kelana,
kuputar memori lalu
mulai mengingat.
Kapan terakhir kita bercengkrama?
Kapan terakhir kubaca surat suratmu?
Ada apa denganku?
Dan tak seharusnya begini.
Bulir bulir rindu penuh sesal menetes di pipi,
betapa lalainya aku
sekejap lena dan melupakanmu.
Pintaku dalam isak,
maafkan segala lalaiku,
maafkan segala sombong dan angkuhku.
Kuingin kembali berbicara padamu,
seperti hari-hari lalu.
Way Mengaku, 23 Agustus 2016
SELAMAT PAGI BUKIT PESAGI
Karya Yulyani Farida
Berdiri tegak dengan angkuhmu,
di kejauhan biru berselimut putih,
mentari pagi masih bersembunyi di peraduan,
cakrawala berhias mega.
Bulir bulir halus membasahi,
dengan lembut menari gemulai,
menyentuh lembut dedaunan,
dengan setia mendampingi semilir angin yang berhembus perlahan.
Membelai kulit ari dengan kelembutan,
meremang bulu roma
tatkala kesejukanmu menyapu tubuh.
Indah negeriku, puncak pesagi dengan segala kesejukannya.
Way Mengaku, 25 Agustus 2016
AMNESIAMU MEMBANGKITKANKU
Karya Yulyani Farida
Sekejap datang dan menghilang,
sudah pikunkah?
Atau amnesia mulai menyerang?
Atau tak ingat jalan pulang?
Atau sengaja melupakan tetes keringat yang pernah kau cicipi.
Sudahlah,
tak payah kau kembali singgah,
tak ada tempat tersisa untukmu.
Way Mengaku, 25 Agustus 2016
Tentang Yulyani: Alamat Jln. Raden Intan Way Mengaku Liwa Lampung Barat
Yulyani adalah seorang wiraswasta dan tergabung dalam KOMSAS SIMALABA.
DAYUNG RETAK
Karya Q Alsungkawa
Ya!
Aku, melipat pagi
dalam perjalanan menuju senja
dan ketika mendaratkan mata kaki
pada tujuan
dari hamparan, genangan air
kebanggaan pemukim Lumbok Seminung
ada jutaan asa tenggelam di tengah keindahannya.
Saat senja mengemasi cahaya
tangan nelayan melipat jaring-jaring, rawe-rawe
bergegas ke tepian.
Serbaneka raut wajah
ketika beranjak dari tengkulak
misteri kehidupan yang tak kunjung usai.
Lumbok Seminung Lampung Barat 25 Agustus 2016.
BIDUK LAPUK
Karya Q Alsungkawa
Berayun di tengah anak-anak ombak
Seiring doa
Anak-istri
Pada awal semester, adalah seragam tunggakan.
Lumbok Seminung Lampung Barat 26 Agustus 2016.
Tentang Q Alsungkawa: Beralamat di kebon tebu Lampung Barat. Seorang pemuda penggiat seni kesusastraan di Lampung Barat. Tergabung di komunitas sastra yang tumbuh pertama, mandiri di Lampung barat. Sungkawa rutinmempublikasikan karya-karya puisi melalui media online www.wartalambar.com Sungkawa juga adalah seorang petani kopi Dan membawa misi yang besar agar para penulis pemula Dari tingkat SLTA untuk terus menulis kegelisahan hati dan cita-citanya agar di akui oleh para seniman National.
MALAM, SEPI DAN KENANGAN
Karya Budi Heryawan
Malam terang gaduh tentram
Remuk hati berkeringat merampungkan sepi
Malam berakhir di sudut kamar
Tempat tumbuhnya lelah pada tunas-tunas kapuk
Tidak ada yang mengenalimu kecuali kenanganmu sendiri
Matamu kelopak senja
Melahap bayang tak berkesudahan
Berbinar di batas antara mimpi dan kenyataan
Bakhu, Batu Ketulis, 25 Agustus 2016
MALAM SEPI DAN KENANGAN
Karya Budi Heryawan
Malam terang gaduh tentram
Remuk hati berkeringat merampungkan sepi
Malam berakhir di sudut kamar
Tempat tumbuhnya lelah pada tunas-tunas kapuk
Tidak ada yang mengenalimu kecuali kenanganmu sendiri
Matamu kelopak senja
Melahap bayang tak berkesudahan
Berbinar di batas antara mimpi dan kenyataan
Bakhu, Batu Ketulis, 25 Agustus 2016
Tentang Buddy Heryawan: Tidak ada biodata yg bisa ditampilkan, segera perbaiki untuk kelengkapan selanjutnya (dari redaksi)
THARIKH NAFAS DALAM YA HU
Karya Romy Sastra
Musafir di sahara jiwa
pasir-pasir berbisik lirih
di jejak sang kekasih
lembah sunyi kuhiasi
dengan desah desau Ya Hu
melipat langit ke dalam rongga.
Aku buka rahasia hati
di malam sepi hening
desiran suci mengalir
bak salju turun menyentuh sekujur tubuh.
Terdampar dalam hamparan indah
di padang gersang mendamaikan sukma
kupetik satu kunci kematian dalam hayat
menuju takbir hadirat ke ka'batullah.
Aku simpulkan sila di atas sajadah
berkomat-kamit bukan mantera
meluah doa dalam aksara rasa tak berasma
mereganglah nadiku
dalam sakaratul maut
mati tapi hidup.
Terbuka labirin cinta
bertirai sutera halus lembut
melebihi halusnya genggaman
jemari bidadari syurga
jiwa bergairah
bertemunya sang musafir
di singgasana cahaya
dalam perjalanan bertongkat
laila ha ilaallah.
Jakarta, 22-08-2016, 20:22
LANGKAH KEHIDUPAN ADALAH NGARAI YANG MENGINTAI
Karya Romy Sastra
Jejak langkah jalan setapak gontai melaju lunglai, bak daun-daun yang melambai berbisik lirih di sela dedahanan.
Diri,
dari tiada ia menitis menjadi ada
konsep illahiah, pada penciptaan yang sempurna.
Beradunya koloni kasih sayang di antara sang penikmat rasa cinta dalam desah asmaradana.
Ia tertitip hikmah dari rahmah rahim-Nya,
pada terbentuknya insani yang kamil,
di kolam garbah...,,
tercipta, terlahir fitrah dalam dendang buaian sibuah hati di tingkah nyanyian manis.
Bibit yang mulai tumbuh menari
menjulang di awan-awan,
hembusan bayu menyapa sendu di dedaunan,
putik-putik bermekaran adakala berjatuhan,
di tingkah ayun gelombang zaman
acapkali alpa di balik warna kehidupan.
Roda berputar pada poros zaman adalah keniscayaan,
akan terhenti pada janji yang dipatri oleh takdir azali.
Nyanyi sumbang tak senada dalam gesekan biola, syahdunya alunan bunian air di pancuran,
tak mampu merubah bisingnya deru debu di perjalanan yang gersang.
Aahhh...
Kadangkala jejak tak seiring jalan
dengan tuntunan,
sering berlabuh ke dalam penyesalan.
Derap langkah kehidupan,
selalu di bayangi ngarai menganga lebar mengintai.
Jerih berpeluh nista tergadai pada
aroma selembut sutera
tergoda oleh rayuan hampa, hina.
Oohh... diri,
bercerminlah kepada kisah yang pernah terjadi,
tuailah kearifan budi dalam nafas-nafas fikir.
Oohh... hati,
bergurulah kepada awas,
akan terbukanya makna rahasia illahi.
Oohh... memori yang menghampiri
petiklah lembaran hikmah pengalaman
jadikan iya tuah yang dimaknakan.
Jalan ini sebentar lagi yang akan sampai di penghujung jalan,
padahal kehidupan terus berlanjut
mengiringi zaman.
Damaikanlah zamanmu wahai budi
oleh jubah kewibawaan diri yang sememangnya sama-sama di mengerti,
biar tauladan diri berarti.
Jangan memaksakan kehendak berlari,
jikalau jalan ini terjal yang akan terjatuh ke lembah yang tak akan bangkit lagi.
Hormatilah fitrah yang di selipkan dalam sanubari,
mengukur bayangan oleh tantangan zaman,
berhati-hati adalah kewaspadaan yang tak ingin tergelincir ke ngarai bibir yang akan melukai.
Remang senja telah menyapa,
pada sisa-sisa usia.
Sebentar saja pelangi mewarnai senja,
yang akan berlalu tenggelam ke ruang misteri,
senja adalah gambaran wajah alam
renungan menuju jalan Tuhan.
Raihlah mahabbah kasih-Nya
dalam ibadah yang tak memandang surga lagi.
Palingkan murka-Nya pada langkah yang salah arah,
oleh keegoan diri yang merasa benar sendiri,
dahan telah kering
menunggu ranting jatuh ke bumi.
Jakarta, 23-Agustus-2016
Tentang Romy Sastra: Tidak ada biodata yang bisa ditampilkan. Harap dilengkapi untuk pengiriman selanjutnya (dari redaksi).
PRASASTI PUJANGGA
Karya Titin Ulpianti
Gemericik suara bayu
tenggelamkan sinar surya yang kunanti
menerobos pekatnya kabut sebarkan embrio titisan penyair disetiap penjuru.
hari yang kian membeku gigilkan sekujur tubuh
namun tak mampu padamkan semangat jiwa membara,
tuntutan atau kewajiban? Ternyata semangat yang lahir dari nurani
demi berkembangnya kesusastraan
terukir jadi prasasti abadi.
Perjalanan terukir indah
jadi sejarah perjuangan
akan kukemas sebagai catatan
dimana canda, tawa, bimbang dan keraguan menerpa
mencoba taklukan kelu dihadapan penguasa
demi puncak yang gemilang
taklukan dunia yang menyita.
Sukau, 24 Agustus 2016
RINDU SEMINUNG
Karya Titin Ulpianti
Di mata yang berkabut
ada cerita yang tersirat
memenuhi lembaran masa gontai imaji membidik hari.
Ya,
di puncak gagah seminung kala sang mega bersolek sinar emas
menatap kecermin bayu ranau
serta berpagar bukit barisan menghijau
cantik mengundang decak kagum
seakan berada di Nirwana surga dunia tiada batas dan cela.
Dari ranting-ranting yang menari
diiringi merdu kicauan dari balik semak,
harum aroma edelweis
masih terasa menusuk indra
membangkitkan rindu yang pernah singgah
puncak kenikmatan panorama
akankah kembali terulang?
Sukau, 24 Agustus 2016
BATAS AHIR
Karya Titin Ulpianti
Langkah terasa terhenti
nanar pandangan tak lagi berarti
tinggalkan waktu yang terus melaju.
Langkah yang kutatih dibibir pantai
kini hilang tersapu ombak
kerasnya karang hati
tak terpecahkan oleh badai tertancap asa di relung jiwa tinggalkan jasad yang meronta
lenyap terpaku,
hingga batas ahir menjemput.
Sukau, 24 Agustus 2016
DI PUNCAK PESAGI
Karya Titin Ulpianti
Kutapaki jalanan licin beralaskan lumut
taklukan hamparan bukit barisan yang menghijau
sesekali semak berduri menyapa langkah
tak gentar kuarungi gagahmu yang menjulang.
Kabut tebal tak surutkan niat
tetesan peluh jadi saksi semangat diri
menerobos rimba,
tujuh sumur jadi pelepas dahaga
semerbak aroma edelwais menusuk jiwa
laksana pemicu langkah yang sempat tertanam
musnahkan lelah yang menerpa.
Di puncak Pesagi
lebur segala nestapa yang mendera
seakan terdampar di Nirwana
semerbak wangi Surga indah panorama menyejukkan segala indra
kutemukan kedamaian hati.
Sukau, 24 Agustus 2016
SIMALAKAMA
Karya Titin Ulpianti
Pergumulan dalam jiwa
ingin bergeming tapi tak bisa
ah, aku bingung menentukan sikap
melihat sikecil yang terus merajalela.
Ingin tangan ikut bicara
tapi takut mendapat cela
ingin kubiarkan saja
ketika tiap bait kata yang terlontar tak lagi didengarkan
tapi, rasa malu tak tertahankan.
Ingin kuhentikan sang bayu tak mampu menunggu duduk terpaku
laksana narapidana menunggu palu
ingin segera berlalu pergi hilangkan malu, ketakutan mendera dampak buat si kecil
bagai buah simalakama duduk terpaku menyembunyikan wajah
atau berlalu biarkan rintik bayu menerpa, dan sakit menghampiri.
Sukau, 24 Agustus 2016
Tentang Titin Ulpianti: Alamat Jln.Liwa-ranau kembang cengkeh, Kecamatan Sukau. Titin Anggota KOMSAS SIMALABA
Tidak ada komentar