Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-28)
Photo by: Eka Fendi Aspara
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU EDISI KE-28
TAK BERNAMA
Karya Novri Irawan
Dan kutemukan lembaran tak bernama
menarasikan pepatah kata bisu
dalam semangkuk anggur merah berdarah.
Habis sudah tertiup angin melayang,
bercecer di tengah jalan kerikil, menjulang.
Tak mungkin menyalahkan angin yang melantakan, tetapi hujanlah yang menghapus nama - nama pada narasi gelombang.
Ciptagara, Lampung Barat, 30 Agustus 2016
Tentang Penulis: Novri Irawan alumni SMUN 1 kebuntebu, baru saja menyelesaikan pendidikan S1 nya di jurusan matematika Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten. Diam diam ia adalah penikmat sastra tetapi belum begitu berani untuk meluncurkan puisinya pada masyarakat atau publik. Puisi TAK BERNAMA di atas karya pertamanya yg dipublikasikan media online www.wartalambar.com. Saat ini Novri sedang berada di Lampung Barat dan bergabung di Komsas Simalaba.
UNYIL
Karya Ayu Purwaningsih
Mata yang bening
Kulit yang lembut
dengan jari jemari mungil
tergolek indah kutatap
Wajah yang lucu
tangisanmu yang merdu
mencoba menghayati dunia barumu
Unyil itu nama barumu
kebanggaan ibu bapakmu
untuk meneruskan cita cita terdahulu
Karang Agung, 1 September 2016
KAU
Karya Ayu Purwaningsih
Matamu biru mempesona
wajahmu merdu kupandang
perangaimu berhias kalbu menatap mantap di sudut malam
Tersadar
Ku lirik tanganmu yang kotor
gundah hati pilu menyelimutiku
Badan yang lusuh bermandikan peluhmu
Demi sebuah dinding kecil
Demi seonggok asa yang tergerai
Karang Agung, 1 September 2016
Tentang Penulis: Ayu Purwaningsih anggota Komsas Simalaba. Ia semakin intens berkaya dan rutin dipublikasikan di www.wartalambar.com
SEPAYUNG DEBU
Karya Anik Susanti
Dulu, laksana kita sepohon kantil, lekat-lekat bersama bunganya
Musim adalah jarak yang adil,
Sepayung jiwa sepayung berdua
Ngarai, saksi pengurai
Galeri momentum kini terberai
Sebabmu dokter muda meninggalkanku
Pasien, hanya sebatas itu seperti pertama bertemu
Bingkai hati tak lagi berani menebus kau kembali
Jiwaku rumput nan sadar diri
Sepayung debu tersingkiri
Ngarai!
Akulah pengindahmu hadirlah keindahanmu selalu
Merasuklah sembuhkan sepi sendu
Derai tiba anginku
Permai
Gunungkidul, 2 September 2016
JANGAN KAU BAKAR
Karya Anik Susanti
Jangan!
Coretan di kertasku jangan kau bakar
Biarkan dulu buramnya merangkai angan
Di sebelah lipatan itu misteri mekar
Kapital asa memulai huruf kehidupan
Biarkan saja tercecer di ruang rongsok bekas
Kata pertama lahir dari sisi tak berkelas
Justru ia merangkak ke cakrawala dari jalan ini
Berbekal diksi niatan terikhlas hati
Rayap tak menyentuhnya bukan?
Kalimatnya mulai bernapas
Berjiwa, biarkan dulu terlelap
Nanti dari kebun kopi bermula syair melesap
Mengguncang hati para pemikir seni
Di kota juga seluruh negeri belahan dunia
Peta bergambar niat belajar giat
Menerbangkan ke sebuah tempat
Pengakuan dunia
Gunungkidul, 2 September 2016
Tentang Anik Susanti: Seorang penggiat puisi yang bekerja sebagai karyawati swasta. Tinggal di Yogyakarta dan belajar sastra di sekolah sastra Komsas Simalaba. Beberapa karya dibukukan pada antologi bersama.
TENTANG YANG KAU SEBUT KEBIJAKAN
Karya Aan Hidayat
Berawal dari kebijakan
yang mungkin tak bijak.
Maka tak perlu heran
jika Nusantara kita
penuh penyamun.
02 Agustus 2016.
TENTANG KEBENARAN
Karya Aan Hidayat
Mengapa?
Sejarah di Negeriku,
seolah membelah bambu.
02 Agustus 2016.
Tentang Aan Hidayat: Tinggal di Gunung Sugih Lampung barat. Seorang pengrajin kayu (Mubelir)
Tekun mempublikasikan karya-karyanya melalui media online www.wartalambar.com. Aan juga Seorang pecinta seni, dan terus menulis kegelisahan hatinya. Ia tergabung di komunitas sastra di lampung barat (KOMSAS SIMALABA) dan membawa misi pengembangan kesusastraan khususnya di lampung barat.
TERSANDUNG KENANGAN
Karya M.Sarjuli
Lipatan-lipatan kenangan itu
merobek jahitan hati yang selama ini kurapatkan
aku kecewa sampai saat ini perih ini terasa
mendekati hari sakralku
semua kenangan nampak jelas
dan terselip satu nama yang mencolok mata hati menghambat sedekit langkah menuju hidup baru
resah aku melangkah meski aku tau di depan sana ada bidadari menantiku.
Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 01 September 2016.
BEDA RASA SATU NASIB
Karya M Sarjuli
Muntah mulut-mulut kucing
buncitlah perut tikus-tikus
lalu gendut perut mereka,
kami mengais!
Kalian merauk.
Mencurilah kami
kemudian di penjara kita bertemu
terpisah sekat
Bersedih pertiwi menangisi kita.
Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 01 September 2016.
AIR MATA IZRAIL
Karya M Sarjuli
Pendakwah berpulang
hati berduka
lantunan doa menggema
lalu jatuhlah air mata Izrail.
Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 01 September 2016
JEJAK NEGERIKU
Karya M Sarjuli
Garuda terhunus anak panah
tak mampu terbang hanya bertengger di parlemen menunggu mati.
Rambutku mulai beruban menghitung hari pula
lalu satu-persatu rambutku gugur terbawa tetesan darah Garuda yang setiap detiknya menetes
lalu membanjiri seantero negeri sisakan bau hanyir dan menghapus jejak langkah.
Simpang Tiga, Air Hitam, Lampung Barat, 01 September 2016.
Tentang Muhammad Sarjuli: Tidak mencantumkan biodata.
JERA
Karya Suyono
Kemarin,
hujan membawa badai
sisakan endapan di kubangan keruh
hingga kakiku takut
tergelincir di kubangan itu.
Aneh?
Padahal hujan kemarin sangat lebat
harusnya jejaku hilang terbawa arus.
Dinginmu di luar kemampuan naluri.
Lagi-lagi harus menyeduh kopi kala itu
namun kumulai jera,
tak mau menyeduh dalam gelas beling lagi
sia-sia racikanku,
jika harus pecah lagi.
Sekincau Lampung Barat, 31 Agustus 2016
SEJENAK INGIN DAMAI
Karya Suyono
Pencarianku samar,
di balik jeruji kesendirian
lisan kadang terbungkam
hanya senyuman tersaji dalam sapa
meski nada-nadi tak beraturan.
Kelanaku galau,
terus menggilas segumpal darah
tanpa spasi selalu menjamah.
Paras bercucuran, kusam
dicegat tebing bukit.
Aku hanya ingin pingsan dengan
damai.
Hem. Entahlah!
Ini adalah fatamorgana,
tugasku berdamai dengan waktu
sebaik mungkin
dan aku percaya, mukjizat-Nya itu nyata.
Sekincau Lampung Barat, 1 September 2016
Tentang Suyono: Alamat Tiga Jaya, Kecamatan Sekincau Lampung Barat. bergabung di sekolah menulis dunia maya KOMSAS SIMALABA.
DESTINASI
Karya Romy Sastra
Berkabut sebak, jejak luruh dalam bayangan tak terpijak.
Tatapan tajam menatap celah,
memilah garis rasa,
lurus tak tercela,
aku raba doa menyingkap sukma.
Mati di dalam hidup
jantung bergerak nadi bergetar
alam sunyi menepi
hening bak lonceng berbunyi dalam bashiran, sami'an ilallah.
Fana
Tubuh halus menembus kosmik alam diri
menatap sagara riak berwarna
menggodaku.
Sampai disini keindahan-Nya
godaan itu
ia adalah nafsuku.
Aku berlari meninggalkan jejak abstrak
dalam tarikh napasku tahan,
tak ingin tergoda dalam kancah warna.
Destinasi imanku melaju
dalam perjalanan fikir akal dan nafsu
meninggalkan rona semu
akliq nakliq fitrahku
lebur berbaur ke kolam rasa
menuju awas tak berujung
tak bertempat, bening
tak berwarna lagi.
Lingga saliraku kaku dalam yoga zikra
pentauhidan itu melaju menuju tauhid destinasi yang hakiki.
Tak berwujud,
kepada maha jiwa
bayanganku sirna, yang ada adalah, IA..." makrifat itu.
Jakarta, 22-08-2016, 02:00
MONOLOG TAFAKUR NASEHAT DIRI
Karya Romy Sastra
Kicauan bak burung bernyanyi
tak berparung memaksa bersiul.
Khutbah terhormat bak dewa mabuk
yang tak bermaruah
pada kerlip kejora
mengintip cinta di malam hari.
Bagaikan kunang-kunang
melayang seketika akan padam.
Biarlah jejak impian terkikis oleh
debu-debu berterbangan
aku rela berkubangan dalam
lumpur hidup menatap kesucian.
Aku bukan jahat pada kenangan
kenapa aksara bermakna cela kuhidangan tak kau cerna
malah sesumbar kau campakan begitu saja.
Tak sia-sia beo berkicau, kepada sidungu memamah bisu.
Kau bagaikan resi dewa dewi
seakan sabdamu telah fitrah
percuma terlahir jadi manusia
tak kau pahami arti diri ini.
Hanya setetes darah hina
yang dibanggakan itu pun tertitipkan.
Oh, diri.
Diri seakan alim
berkopiah tak bermahkota ilmu.
Dungu,
diri seakan halimah
tak bertudung tiada malu masih sok tahu.
Berilmu tak berhikmah
berpayung tak berteduh
berharta tapi tak punya
berwibawa gagah tak berkharisma
cantik rupawan tak menawan
hidup tak bertujuan lunglai di tepi jalan
makan lahap tak kenyang berserakan
dahaga meminum hikmah tak bertuah
beribadah seakan sudah tahu jalanya surga.
Ah, nistanya.
Berlayar tak berdermaga
mendaki seakan tahu makna ketinggian
berjalan di yang datar tersandung
kesakitan
mengalir air ke hilir tak ke muara
berkaca diri tak nampak
terkilas wajah di cermin yang retak
diri bodoh seakan paham rahasia hati.
Kemana lara kan dibawa
tersenyum tak merekah
tertawa raut wajah melukis hiba.
Berpikirlah sesaat
karena berpikir itu lebih baik
dari pada beribadah berpuluh-puluh tahun lamanya
biar tak tersesat jalan
semoga dewasa diri
dalam kearifan budi
terarahkan ke sebuah tujuan
biar tak sia-sia dalam perjalanan hidup ini.
Jakarta, 22-08-2016. 01:12
Tentang penulis: Lelaki berdarah Minang Sumatera Barat, Pesisir-Selatan, Bayang, Kubang.
Alamat sekarang: Pesing Koneng RT 8 RW 2 No: 55 Kelurahan, Kedoya-Utara, Kecamatan, Kebun-Jeruk Jakarta Barat. Romy terobsesi untuk bisa eksis di kancah nasional. Ia terus belajar menata seni sastra bersama teman temannya di Komsas Simalaba. Kegilaan Romy terhadap sastra semakin deras sejak bergabung menjadi anggota Komsas Simalaba.
MALAM SEPI DAN KENANGAN
Karya Budi Heryawan
Malam terang gaduh tentram
Remuk hati berkeringat merampungkan sepi
Malam berakhir di sudut kamar
Tempat tumbuhnya lelah pada tunas-tunas kapuk
Tidak ada yang mengenalimu kecuali kenanganmu sendiri
Matamu kelopak senja
Melahap bayang tak berkesudahan
Berbinar di batas antara mimpi dan kenyataan
Bakhu, Batu Ketulis, 25 Agustus 2016
Tentang Budi Heryawan: Seniman ini cukup berbakat menulis puisi. Sejumlah karyanya telah dipublikasikan. Budi adalah anggota Komsas Simalaba.
Dari Redaksi:
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah. (Salam Redaktur: Riduan Hamsyah)
Tidak ada komentar