Puisi Karya Kakanda Rendi
PUISI PUISI KARYA KAKANDA RENDI
KEPADA TUAN
aku berjumpa denganmu, tuan
di antara halaman-halaman sajak dan cerita
dari sana kau menuntunku mengembara
meloncat-loncat dari angka dua ke angka seterusnya
tuan, terima kasih aku haturkan
tersebab engkau
kini penaku mulai berjalan pelan-pelan
Mempawah
[10 – 2013]
GENDING KATRESNAN
langit yang menggelap itu adalah pertanda
pejam matamu, oh asmaraloka, tentu juga akan jadi berita
aku dan kau lebur jadi angin
meniup segala debu yang pandai benar bikin cerita
dan jika aku menjelma sebagai ombak yang begitu rindu kepada pantai
maka itu adalah cintaku padamu yang datang tiba-tiba
oh asmaraloka
Kota Baru
[03 - 2013]
RITUAL MUSIM
bapak-bapak dan ibu-ibu
jika anda sedikit punya waktu
bertandanglah ke negeri kami
negeri musim yang warna-warni
bapak, ibu
di negeri kami ada musim kemarau
musim dimana ladang-ladang kami kehilangan hijau
ketika mata mengerjap pedas
ketika sajak liar bercerita soal keringat yang mengucur deras
semua sudah sering tersaji
datanglah kesini jika bapak ibu ingin bukti
negeri kami juga punya musim kembang asap
kelopak-kelopaknya mekar menebar gelap
angin menghembus menghunus kata-kata
menggiring pekat menebar sari-sari jelaga
oh, iya, hampir kami lupa
musim hujan di negeri kami jangan sekali dilewatkan
musim dimana genangan-genangan akrab menjadi teman
menyeret sampah sampai ke pelataran rumah
menyeret susah sampai ke air mata tumpah
bapak, ibu
anda ingin melihat musim api?
maka berwisatalah ke negeri kami
kobar-kobarnya terang pada penghabisan mei
aha… pengalaman yang senang tentunya untuk pulang nanti
bapak, ibu
terlantun maaf jika kunjungan anda kadang kelabu
sebab jujur kami beri tahu
di negeri kami tak ada musim salju
Kota Baru
[03 – 2012]
EPISODE AIR MATA
…lalu hujan pun datang dengan kencangnya
bikin porak-poranda
padi sawah satu perempat
yang tingginya belum sepaha
walah…walah…
ini lagi, percobaan macam apa?
tikus sudah, wereng malah masih ada
panas baru kemaren reda
lalu, sekarang padi tumbang
padahal belum kembang
duh Gusti Allah Pangeran…
apa hamba mesti melukis saja
nasi ngepul, sayur asem, sambel terasi
ikan asin, lalapan di meja makan?
Sanggau Ledo
[12 – 2004]
JIKA SAJA BISA
:rhein
jika saja bisa, nak
sedapatnya kuputar mundur gemuruh detak jam dinding dan mari kita berkejaran kembali menyelinap diantara halaman-halaman kalender yang telah lewat. tanggal demi tanggal. juga tentang musim yang sudah mulai berubah.
saat keningmu tak terkecup olehku, nak
itulah kiranya yang akan kuceritakan pada hari permulaan. bahwa nyata adanya sangatlah berharga sebuah kenang.
juga sekejap perjumpaan.
Kota Baru
[03 – 2013]
SEPUCUK SENJA
: aku menoleh lagi kebelakang, mencari tanda
kepada sahabat, yang sekarang ‘entah dimana’!
bila nanti kutemu lagi kamu
biar sesekali kubawa serta senyap lewat sepucuk senja
senyap yang entah kapan mulai terasa
hanya senja yang tau, yang merasa
sementara lembar kenang ini kian tercabik
menyerpih: MENYERPIH
luka mencabik
perih tertinggal lama: berdarah-darah
bahkan di masing mata kita
kitapun kian menyerpih
kian mengecil
kian memudar: entah kenapa
entah kenapa: sepi terasa lekat mengarca, membatu
yang sungguh sayang, tak lagi kukenal kamu
sebagai Jonggrang yang tersipu
kita: kamu, juga aku, kian kaku
juga musim-musim yang semakin jadi getir
melangkah terpejam, melangkah memejam
rindu menyentuhmu lagi kian dalam
misal, misal tak pernah kuceritakan kepadamu tentang senja: sepucuk saja
barangkali senyap ini tak mencabik
tak menyerpih
tak berdarah-darah
yang entah: sampai bila!
Sanggau Ledo
[09 – 2011]
KEAJAIBAN 50 TAHUN
50 tahun lampau
Belantara kita begitu penuh dengan bulu-bulu enggang
Yang menyilau tertimpa matahari terang
Sekarang tak bakal ada lagi, anakku sayang
Sebab itu tinggal saja sebuah kisah dan keajaiban
Duduk saja yang manis saat gurumu berkisah
Sebab keajaiban 50 tahun lampau, kini tinggal sejarah
Yang hanya kita dapat di kelas-kelas rumah sekolah
Mempawah
[11 – 2013]
Kakanda Rendi |
Tentang Penulis: Kakanda Rendi bergiat secara aktif di Forum Sastra Kalimantan Barat. Menulis cerita pendek, novel, puisi, dan cerita anak. Tulisan-tulisannya disiarkan di beberapa koran lokal dan di beberapa antologi. Puisinya masuk dalam antologi puisi Suara Lima Negara, sebuah antologi puisi penyair lima negara Asia Tenggara (Tuas Media, 2012) dan Bayang-bayang Tembawang, sebuah antologi puisi 44 penulis lintas generasi Kalimantan Barat (Pijar Publishing, 2015). Saat ini menetap di Mempawah, Kalimantan Barat.
Dari Redaksi:
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah.
Tidak ada komentar