Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-37)
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU LAMPUNG BARAT (edisi ke-37)
PUISI PUISI AAN HIDAYAT
LINGLUNG
Termangu di teras gubuk tua yang lapuk, coba kusandarkan imaji beku yang kian berkarat.
Hanya semilir angin yang hadir
sedikit hangat, menjamah
rasa asam kesekujur tubuhku.
Entah mengapa?
Kaki ini
kian linglung tanpa kepastian kemana arah hendak kutuju, sedang langit di sekitar tertutup awan hitam.
Gunung Sugih Liwa, 30 Oktober, 2016.
DI BATAS WAKTU
Biarlah hangat mentari pagi melumat
kabut tebal, sisa pekat malam yang kelam.
Coba kumaknai tentang kekicau burung yang latah di ujung ranting yang merobek
gendang pendengaran.
Ada denyar di jalan setapak cerita cinta yang mungil.
Di gubuk itu...
asa kubaringkan serta lelah kupadamkan.
Ada pendar cahaya dari ujung lorong yang cahayanya akan menyirami kawanan angkuh dan serumpun bimbang.
Kini-
kampungku menjelma alamat pulang
yang tetiba riang.
Biarlah tetes embun setia pada daun, akan
kupukul angin di batas waktu, serupa ego yang hancur di gunung batu.
Lampung Barat, 31 Oktober 2016.
Tentang penulis :
Aan Hidayat adalah seorang wiraswasta yang rutin menumpahkan isi hatinya kedalam bait puisi, dan tergabung di sekolah menulis sastra dunia maya KOMSAS SIMALABA.
PUISI PUISI Q ALSUNGKAWA
JUMATNYA JAKARTA
Semarak pagi di layar kaca, langit mendung ibu kota.
Biji naif anak lidah-
baringkan api menanak cela.
Ya, kopi ini nyaris dingin dicekal pandangan, si burung camar.
Kebun Tebu, Lampung Barat, 4 November 2016
SALJU 4 NOVEMBER
Jakarta
Lebah salju
Mendung langit kota.
Celoteh
Liar belibis
Paruh tersengal nganga.
Jumat
Takbir jiwa
Mendoa selempang bunga.
Sumber Jaya, Lampung Barat, 4 November 2016.
Tentang:
Q Alsungkawa tinggal di Desa Ciptamulya, Kecamatan Kebun Tebu-Lampung Barat. Q Alsungkawa cukup giat menekuni seni tulis, khususnya puisi dan terobsesi kelak namanya tercatat dalam daftar penyair Indonesia. Saat ini ia tergabung di barisan komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA) Dan rutinitas mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com
PUISI PUISI ANIK SUSANTI
KOPI DI MEJA RASA
Haus hati meneguk menghayati aroma
akan rerasa rindu serupa 'mocca'
serta intuisi kopi di meja rasa
terbiasa kita merapal selera asmara
oleh onak, jarak jumpa semakin maya
meretas asa, kisahku kasih rumit
oh, sesapan terakhir berakhir pahit.
Nira, kuaduk di kesempatan seduh
untuk mengecap kemanisan utuh
rias takdir Tuhan, mengalir kebaikan.
Hanya itu cara menghibur jiwa
ingatan kuolah seindah rupa
dalam alih pikiran pada semesta raya
aku bertahan pada gurih pengharapan pilu: rindu
yang segeranya ingin kutinggalkan
analekta fatamorgana, janji tak bernyali
tentang kamu; melupakan mocca dan intuisi kopi
urung saja cita-cita secangkir-semeja.
Lalu, memulai pagi saling sendiri
leluasa berkawan sedap aroma, lembaran baru
hadir hangat filosofi kopi, di sebenarnya tamu hati.
Gunungkidul, 4 November 2016
SANTRI
Tak sekedar membahas cahaya
secercahnya, pada lubang ventilasi penjara suci.
Tapi mengenai metamorfosa
lingkar-lingkar kuasa
pijakan fana menuju baka.
Di kesatuan doa mengangkasa,
negeri dan semesta galeri raya
poros ingatan pada keaslian-Nya
pagi-malam tak akan binasa.
Bila mana unsur dunia adalah majas
cobalah dimasak dalam pantas, bekal bergegas
mengusung banyak-banyak lumbung kebaikan
yang akan dibawa pindah pada lumbung keabadian,
masa depan sesungguhnya.
Gunungkidul, 4 November 2016
Tentang penulis:
Pecinta sastra asal Yogyakarta, bernama lengkap Anik Susanti. Sebagai karyawati yang hobi menulis ini, sudah memiliki beberapa antologi bersama. Belajar sastra di KOMSAS SIMALABA. Aktif mengirim karya di www.wartalambar.com
PUISI PUISI NANANG R
GUNUNG SAJAK
Kembalikan rasa rindu
pada patahan tak beraturan
saling berbenturan komunitas
jalanan.
Maka ...
aku menjadi kita,
di tanah Lampung
bersemayam di lereng Gunung Sajak tumbuh butiran puisi
menimbun pandangan sipit
tanah Lampung kronis.
Ya, kami menyebut nya
Gunung Sajak,
di mana tempat tersemai biji puisi yang kelak terbang di penjuru Negeri.
Pagar Dewa, Lampung Barat 31 Oktober 2016.
DI DALAM NURANI
Naskah,
bertebaran di jalanan
sisa-sisa perjuangan
Bangsa.
Adakah jawaban
wahai pemuda?
Tentang darah-
sumpah
kau tanam di nurani
Bangsa.
Sumpah pemuda
kau lukis di meja tua nan lantang
ucapmu.
Pagar Dewa, Lampung Barat, 28 Oktober 2016.
SAJAK HATIKU
Telah kau suguhkan
hangat senyum
secangkir kopi.
Dinda-
entah apa,
yang kurasa ketika
raga masih berbaring
namun hati ingin
beranjak pergi.
Sedangkan pagi masih
terlalu muda dinda?
Aku tak tau tentang ...
dan dengan biji-biji hati,
yang kusemai harus
bertebaran di jalanan
bersama remuknya perasaan.
Ya-
aku bersajak tentangmu
dan hati.
Pagar Dewa, Lampung Barat, 28 Oktober 2016.
DINAMIKA PENA
Sejak kemarin,
aku sampaikan rindu
kepada sajak-sajak
dinamika pena.
Telah hadir,
senyuman di balik meja
karya-karya anak Bangsa
berupa rasa guritan tinta
Pagar Dewa, Lampung Barat 31 Oktober 2016.
PERSIMPANGAN
Haruskah aku buka
lembar terjal masa lalu
sedangkan jalan mulai
lelah dengan tingkahku.
Lelah-
tak ayal membungkus
kobaran-kobaran semangat.
Aku pergi kawan-
tunggu aku di puncak asa.
Pagar Dewa, Lampung Barat 01 November 2016.
Tentang penulis:
Nanang romadi tinggal di Desa Pagar Dewa Lampung Barat. Nanang R bergabung aktif dalam sekolah sastra ( KOMSAS SIMALABA)
Hp: 081519180004Fb: Nanang Romadi
Pin: D5AB0C7
PUISI PUISI YENNI DA
ANGKUHMU
Saat asa meronta
Pada sebuah dilema
dalam remang
di bawah payung rembulan.
Terbersit satu pinta
bagi pemimpi akan tahta
sesaat setelah sorak Sorai kemarin,
dan bualan manja.
Aku harus menang!
pelukmu lantang,seolah aku memilihmu.
Begitu berpindah ria
mencuatkan kemuakan.
Way Tenong, Lampung Barat, 3 November 2016.
UNTUK BELAHAN JIWA
Resah-
saat gelora membalut
merias warna dunia
mencipta keguncangan
jiwa muda sang penerus.
Cemas-
meronta menandamu tumbuh
dan tablet-tablet bertebaran
serasa ingin membelenggu waktu
mengakhiri kekalutan.
Berangkatlah sayang-
tembus kepanikan
tepis semua aral
dalam serpih doa
Dengan bening jiwamu.
Way Tenong, Lampung Barat, 3 November 2016.
WAJAH PERAWAN
Masih kupandang,
meski dengan setitik pedih,
puncak hijau nun jauh
Gunung Sekincau yang jelita.
Kini sayup,
tangis ketandusan
rintih gersang
mulai menggema pilu.
Memudar indahmu,
oleh jiwa-jiwa serakah.
Sebait janji,
kuakan datang merangkulmu
kembalikan perawanmu
untuk senyum sejati nan hijau.
Way Tenong, Lampung Barat, 3 November 2016.
BIAS ASA
Masih tersisa
setitik tinta dan kertas putih
dengan sejuta mimpi
dan bias-bias imaji.
Aku ingin menulis,
terus sampai akhir waktu
tapi,
tangan ini gemetar
keraguan berpendar.
Tahukah akan pintaku
Duhai penyair pujaan,
aku ingin duduk di belakangmu?
Hanya bila,
kumampu
menepis egoku
dalam erat rangkulmu.
Way Tenong, Lampung Barat, 4 November 2016.
SURAT UNTUK TUHAN
Pekatnya langit rayuan Sepoi
menggelitik di ujung remang,
merdu memanggil.
Kerinduan melanglang,
kebisuan menggoreskan malam.
Ikhlas cinta- MU
di tepian rindu waktuku
menggiring cemburu
akan manja- Mu.
Way Tenong, Lampung Barat, 4 November 2016.
Tentang penulis:
Nama : Yenni Da
Alamat : Desa Mutar Alam
Kec. : Way Tenong
Lampung Barat.Tergabung dalam KOMSAS SIMALABA.
PUISI PUISI KARYA TITIN ULPIANTI
EMBUN
Malam makin mencekam
dalam keheningan pekatnya kabut.
Di seberang jalan
para jangkrik berpesta pora
di saat para rahim mulai terisi,
dan siap melahirkan kilauan-kilauan cahaya memberi damai serta menyejukkan jiwa
menanti subuh yang perawan.
Pagi hadir bersama surya, menambah indahnya kilauan cahaya di pagi hari
di antara rumput yang menghijau.
Sukau, Lampung Barat, 30 Oktober 2016.
MUKIDI
Mukidi,
Masih tersenyum dengan secangkir kopi
janganlah kau termenung dengan dilema dan sensasi.
Mukidi,
jangan lupa nikmati saja sebatang rokok yang menyala di ujung bibir
tetaplah diam jangan beranjak
biarkanlah penari itu tetap menari riang walau tak ada ritme
akankah ia mampu menghipnotis seluruh pandang.
Walau dada kian sesak tanpa beranjak
tinggalkan pertikaian dalam bilik sunyi.
Sukau, Lampung Barat, 30 Oktober 2016.
MENUNGGU DAMAI
Resah ini kian menyelimuti hari,
membawa cerita usang yang penuh misteri
menghilangkan segala alur bahagia.
Hujan kekata putih tak mampu membasahi rongga-rongga pertikaian,
pekatnya ego tak mampu terhapus
adakah sang bijak mampu bersanding?
Menanti damai di ujung waktu.
Sukau, Lampung Barat, 2 November 2016.
REALITA DAN ILUSI
Mata ini masih saja terbuka
ketika lena tak mampu menggoda
sedangkan malam kian larut,
tinggalkan kesunyian menghampiri.
Indah kugapai dalam hayal segala impian mampu tercipta
melukis imaji, jadi kosumsi.
Tenyata hanya ilusi,
yang tercipta dari ketidakberdayaan jiwa-jiwa kerdil
takut menghadapi realita dan terkurung dalam kecemasan.
Sukau, Lampung Barat, 2 November 2016.
PENANTIAN DI UJUNG HUJAN
Dering ponsel memanggil
buyarkan lamunan di sudut ranjang
menanti tambatan hati
yang tak kunjung kabar berita.
Musim kian berganti
hati ini tarkulai walau tak layu
penantian di ujung hujan tak kan pernah reda
melenyapkan kemarau dalam hati
meski harus tenggelam dalam badai.
Abadi bersama sang bayu sampai akhir waktu.
Sukau, Lampung Barat, 2 November 2016.
Tentang Penulis:
Titin Ulpianti tinggal di Kembang cengkeh, Desa Bandar Baru. Kec, Sukau, Lampung Barat. Ia seorang Ibu rumah tangga, tergabung di Komsas simalaba, karya karyanya telah dipublikasikan di www.wartalambar.com dan saibumi.com.
Dari Redaksi:
Kami memberikan ruang kepada siapapun untuk berkarya. Bagi kami, kesusastraan nasional itu sesungguhnya adalah sebuah keberagaman; mulai dari sastra kaum pemula, sastra kaum tepi, hingga sastra kaum yg telah memiliki label nasional alangkah indahnya bila kita sepakat untuk dilihat secara bersama sama dan miliki tempat serta ruang yang sama pula untuk dihargai sebagai bagian dari corak warna dalam keberagaman. Sebab kita semua memiliki hak untuk hidup serta menemukan bentuk. Silahkan kirim karya anda ke email: riduanhamsyah@gmail.com atau inbox akun fb Riduan Hamsyah.
Tidak ada komentar