Puisi Karya Maulidan Rahman Siregar
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-50)
DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com.
Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada
subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-51 (malam
minggu selanjutnya). Naskah yg dimuat akan dishare oleh redaksi ke group
fb Silaturahmi Masyarakat Lampung Barat (SIMALABA), SASTRA KORAN
MAJALAH. Redaksi juga akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya
dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan
ditolak. Salam kru redaksi.
LEMBAR KARYA TUNGGAL
LEMBAR KARYA TUNGGAL
PUISI PUISI MAULIDAN RAHMAN SIREGAR
TIDAK ADA HESTI BESOK
tak ada lagi puisi
buat Hesti, sebab rumah
sudah jadi pustaka.
buku-buku telah membuat
Hesti, ketinggalan cerita.
Hesti sampai pada titik
paling jauh—atau mungkin bukan
titik—yang disebut tiada.
Tapi sial, aduh!
Hesti hidup lagi.
Hesti hidup berkali-kali
Odop, 2016
tak ada lagi puisi
buat Hesti, sebab rumah
sudah jadi pustaka.
buku-buku telah membuat
Hesti, ketinggalan cerita.
Hesti sampai pada titik
paling jauh—atau mungkin bukan
titik—yang disebut tiada.
Tapi sial, aduh!
Hesti hidup lagi.
Hesti hidup berkali-kali
Odop, 2016
ANAK-ANAK HESTI
anak-anak Hesti
lahir dari rahim kata-kata
yang muntah pada bait pertama
--menjelma puisi teduh penyapa pemilik langit
bait kedua untuk para perapal rindu
curhat melulu dan kekinian lainnya
ditulis indah bak kata-kata mutiara
artis idola
bait ketiga adalah pilihan
mengapa anak-anak Hesti dilahirkan
pada bait keempat
maut mendapat tempat
doa-doa keramat, mengucap
selamat. Selamat!
bait kelima adalah kepulangan
bagaimana Hesti membesarkan
anak-anaknya—suatu perkara
yang harusnya dikisahkan—sejak awal
2016
MEMBUNUH HESTI
membunuh Hesti hari Jumat
dengan doa-doa yang keparat
puja-puji tak kebagian tempat
kepulangan salah alamat
membunuh Hesti
membunuh diri
membunuh Hesti adalah cara terbaik
memulangkan ingatan ke alam pikiran
lewat lagu, Hesti sembunyi
lewat puisi, Hesti lari
Hesti susah dicari
sampaikan salam pada yang ghaib
salam teramat baik
2016
membunuh Hesti hari Jumat
dengan doa-doa yang keparat
puja-puji tak kebagian tempat
kepulangan salah alamat
membunuh Hesti
membunuh diri
membunuh Hesti adalah cara terbaik
memulangkan ingatan ke alam pikiran
lewat lagu, Hesti sembunyi
lewat puisi, Hesti lari
Hesti susah dicari
sampaikan salam pada yang ghaib
salam teramat baik
2016
PUISI YANG TIDAK TERAKHIR
KALINYA UNTUK HESTI
Hidup, adalah kereta yang tak pernah pulang.
Jalan berliku, patahan dan jembatan.
Di Padang ini, semua bermula.
Sebab, kata-kata sudah jadi puisi.
Seluruh musisi harus rekaman!
Pangkas jarak dengan rindu, Manis.
Kita bisa mengalahkan waktu.
Meski langit kadang mendung.
Atap rumahmu bocor-bocor.
Di Medan itu, kita istirah.
Bikin rumah baru bila perlu!
SPN Ketaping, 31 Januari, 2017
KALINYA UNTUK HESTI
Hidup, adalah kereta yang tak pernah pulang.
Jalan berliku, patahan dan jembatan.
Di Padang ini, semua bermula.
Sebab, kata-kata sudah jadi puisi.
Seluruh musisi harus rekaman!
Pangkas jarak dengan rindu, Manis.
Kita bisa mengalahkan waktu.
Meski langit kadang mendung.
Atap rumahmu bocor-bocor.
Di Medan itu, kita istirah.
Bikin rumah baru bila perlu!
SPN Ketaping, 31 Januari, 2017
SELALU BARU
Rindu untukmu selalu pagi. Selalu baru. Hujan boleh berhenti, boleh tak ada. Sebab, di matamu sungai-sungai, yang mengalir ke laut. Di matamu, hujan dimulai. Di matamu, ombak menari. Kau bawa aku ke dalam. Kau biar aku tenggelam. Aku mabuk kepayahan. Dan benar, tak ada doa menolak rezeki.
2016
Rindu untukmu selalu pagi. Selalu baru. Hujan boleh berhenti, boleh tak ada. Sebab, di matamu sungai-sungai, yang mengalir ke laut. Di matamu, hujan dimulai. Di matamu, ombak menari. Kau bawa aku ke dalam. Kau biar aku tenggelam. Aku mabuk kepayahan. Dan benar, tak ada doa menolak rezeki.
2016
DI MATAMU, SUNGAI-SUNGAI
senyummu, sungai-sungai
bermandi aksara
indah penuh warna
syalala
terimalah aku dan tenggelamkan
buat aku mabuk dan kepayahan!
peluk lembut imaji
wahai kau puisi
wahai kau yang bertempur di hati
matamu, sungai-sungai
lembut, ke laut hidup
2017
senyummu, sungai-sungai
bermandi aksara
indah penuh warna
syalala
terimalah aku dan tenggelamkan
buat aku mabuk dan kepayahan!
peluk lembut imaji
wahai kau puisi
wahai kau yang bertempur di hati
matamu, sungai-sungai
lembut, ke laut hidup
2017
#PUISI
dalam waktu ke waktu
puisi mencari pembacanya
yang sibuk dunia melulu
seperti ibu, puisi mengetuk lembut
membelai, mengusap kepala
kau diam atau mau pergi lagi?
Januari, 2017
#PUISI (2)
penyair dangdut ibukota
tulis puisi di beranda
cerita soal bunga-bunga
yang dinikahi abang Rhoma
mati pajak penyair kita
mati dimakan kata-kata
ketika abang Rhoma bertanya
apa benar defenisi cinta
2016
PUISI PAYAH
aku ingin
menulis puisi yang
kehilangan pembaca, tetapi
kata-kata mutiara berkata, puisi
akan menemui nasibnya masing-masing
puisi menemui pembaca
kata-kata dalam puisi itu, isinya
hanya rasa sakit. Kutukan, dan serapah
melulu, dengan timah peluru kata-kata
kotor, pastinya. Dendam yang maha.
beginilah, puisi yang kehilangan
pembaca itu, kira-kiranya.
Batang Anai, 30 Januari 2017
TENTANG PENULIS: Maulidan Rahman Siregar, lahir di Padang, 03 Februari 1991. Bekerja dan menetap di Padangpariaman. Puisinya pernah diterbitkan Haluan, Singgalang, Rakyat Sumbar, Duta Masyarakat, Mata Banua, Padang Ekspres, Koran Pantura, Sumut Pos, DinamikaNews, Tanjungpinang Pos, dan beberapa media digital. Dalam waktu jauh, akan menerbitkan buku puisi Mencintai Hesti dan Perempuan-perempuan Lainnya. Dapat dihubungi di surel: titikrinai@yahoo.com
Tidak ada komentar