Semarak Puisi Malam Minggu (Edisi ke-53)
SEMARAK PUISI MALAM MINGGU (edisi ke-53)
DARI REDAKSI
Kirimkan puisimu minimal 5 judul dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Puisi, biodata, foto bebas dalam satu file. Tidak boleh terpisah. Pada subjek e-mail ditulis SEMARAK PUISI MALAM MINGGU_edisi ke-54 (malam minggu selanjutnya). Naskah yg dimuat akan dishare oleh redaksi ke group fb Silaturahmi Masyarakat Lampung Barat (SIMALABA), SASTRA KORAN MAJALAH. Redaksi juga akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 1 bulan puisimu tidak dimuat maka puisi dinyatakan ditolak. Salam kru redaksi.
LEMBAR KARYA BERSAMA
PUISI PUISI NANANG R
SEPARUH DARI KENANGAN
Cerita yang kini ada tak akan penah tercipta bila tak saling percaya, dan aku masih terjebak dalam satu nama
Dan aku manusiaku tenggelap dan limbung
tak tau arah.
Hanya bila aku memahami sampai saat ini, yang ada hanya kejamnya kehidupan tertuang dalam tulisan.
Telah aku puisikan namamu.
Tentang mimpiku,
sepintas dalam doa namamu aku kemas dalam rintih yang sebenarnya telah runtuh,
tertutup janjinya.
Dan kini aku hanya separuh dari kenangan.
Banjarnegara, Jawa Tengah 24 Februari 2017
BAKAHEUNI MALAM ITU
Seketika terasa sunyi
tersuntik angin laut
dengan rasa yang semakin kacau.
Dermaga 5,
lapukmu tertutup labirin
para pendosa lagi-lagi aku dengar ,inilah lehidupan kawan.
Malam itu harus aku ucapkan tulus, berpandangan sinis.
Banjarnegara Jawa tengah 23 Februari 2017
JEJAK TERAKHIR
Dan kabut pagi itu seolah menghalangi pandangan,
daun-daun tertunduk kedinginan
sisa hujan semalam.
Dan aku hanya hasratnya,
untuk pulang
yang sebenarnya rasa ini bertolak belakang.
Banjarnegara, Jawa tengah 22 Februari 2017.
Tentang penulis: Nanang romadi tinggal di Banjarnegara Jawa tengah. Nanang R bergabung aktif di KOMSAS SIMALABA
PUISI-PUISI RIRI ANGREINI
PANTAI PESISIR (KAMBANG)
Sepanjang hamparan pasir putih
setiap langkah yang membekas
menorehkan cerita yang indah
Seperti pancaran jingga dampingi sore.
Saat ini, kucoba tapaki kembali
ada beda yang kurasa, menyentuh lorong jiwa
sisa kisah yang tertinggal, mengguratkan kepiluan.
Pantai ini, telah menelan lenyap
insan yang kusayangi,
hingga setiap deburanya,
seumpama tamparan keras
yang memporak-porandakan bunga karang di hatiku.
Bekasi, 21 Februari 2017.
ROMANSA LEMBAH ANAI
Masih jelas terukir, di setiap lembar kanvas ingatku
tentang pandangan yang menawan.
Dirimu, pemilik mata biru.
Santun bersuara, di sela deburan air terjun lembah anai.
Sapa lembut, penuh kharismatik
membuat ronaku, tersipu malu.
Seakan tak percaya,
aku, gadis belia, berdarah Minang.
kau pilih jadi tempat perahu hatimu berlabuh.
Bekasi, 21 Februari 2017.
PADA DINDING PAGI
Kalau bukan karena Tuhanku
sudah lama aku pergi
membawa diri, bersama luka yang menyayat hati.
Akan tetapi-
masa merangkulku, untuk tetap bertahan
merenungi segala kenyataan yang membelit jiwa
menorehkannya pada dinding pagi.
Kelak kau terbangun, terbaca,
biar sama-sama kita eja kembali.
Di sini, bersama tinta mentari
jadikan semua kekhilafan
penerang menuju kebaikan yang tulus.
Bekasi, 21 Februari 2017.
Tentang penulis : Riri Angreini, lahir di Padang Panjang, Kambang, Sumbar. Menyukai karya Almarhum Chairil Anwar. Hobby: Menulis.
Saat ini bertempat tinggal di Bintara Jaya, Bekasi, Jawa Barat. Tulisan diterbitkan di media on line www.wartalambar.com
PUISI PUISI ANDI IDENG
SOPPENG KOTA KALONG
Sepanjang jalan raya bertangga terlewati, terapit jejeran pohon asam tertata indah, tempat satwa alam bergelayut di jantung kota.
Adalah Soppeng, di antara dinding gunung mengelilingi, lebat hijau daun padi terhampar luas, bak tikar wujud sawah di tanah lahirku.
Di warung pojok samping terminal, dengan secangkir kopi mocca, kunikmati senja beransur mulai menepi.
Di sela bau khas menyengat hidung, dari ribuan jeritan riuh kalong beterbangan, menyulap atap langit kotaku hitam pekat berarak.
Kelelawar adalah sebutan lainnya, sekaligus pencetus Soppeng menyandang julukan kota kalong.
Soppeng Makassar, 21 Februari 2017.
TARI PATTENNUNG
Lentik jemari meliuk indah, sambil mengikuti iringan musik tradisional, bak bidadari turun dari negeri dongeng.
Ialah para gadis penari dengan gemulai gerakan menyuguhkan tontonan, membuat mata tak berkedip menyaksikannya.
Tari pattennung sedang dimainkannya, gambaran dari wanita desa memintal benang sutra ala tradisional di tanah bugis.
Dengan baju bodo yang melekat di badan, menambah jelita dan anggun setiap penarinya.
Soppeng Makassar, 23 Februari 2017.
Keterangan:
(Tari patennung) adalah tarian tradisional di Sulawesi Selatan, yang menggambarkan pemintal benang sutra
(Baju bodo) adalah pakaian adat Sulawesi Selatan, khusus di pakai wanita, dan mempunyai aturan pemakaian warna berdasarkan usia dan statusnya.
Tentang penulis: Andi Ideng tinggal di Jl Watanlipu, di samping SDN 35 Tajuncu, no 59 Kabupaten Soppeng, Kota Makassar-Sulawesi Selatan. Puisi puisi dipublikasikan di wartalambar.com
PUISI-PUISI BUNDA SWANTI
SEKARAT
Yang terbaring terbujur kaku, diam membisu
mulut terkunci, pikir menari
di bawah alam sadar, berjuang melawan tamu istimewa.
Sosokmu seolah damai, namun pasti ada begitu banyak catatan salah telah tercipta.
Kupandang sosoknya
atma nanar renungi perih.
Adakah jalan sudah benar
dan banyak bekal
bila menghadap-Nya.
Pilu ...
bilapun cintaku besar, tapi tak mampu menawar sakitmu.
Medan, 23 Februari 2017.
PADAMU IDOLA
Musim berganti hari, tiada pernah ada kata bosan
dan kekar lenganmu, tetap merangkulku
meski jalan penuh onak.
Bermilyar bahasa hanya kau kulum, sungging tipis senyum
langkahpun tergelincir sigap dekap hangat menyejukkan
Idolaku ...
tetaplah begitu
sampai akhir zaman.
Rokan Hilir, 22 Februari 2017.
MALAM
Seiring senja menepi
mencari lorong sepi, kelam.
Berbanjar rapi, perdu di lorong jiwa
meluah berjuta nestapa pada gemintang.
Hancur remuk semua harap
menepi di rongga mimpi.
Coba kupeluk tabah, tetap tak kuasa
sebab malamku kian pekat.
Rokan Hilir, 21 Februari 2017.
Tentang Penulis: SWANTI, S.Pd, AUD adalah Kepala Sekolah TK MARDHOTILLAH JLN PELITA KM 22, BANGKO LESTARI, Kecamatan Bangko Pusako, Kabupaten Rokan Hilir-Riau
PUISI-PUISI ABI N. BAYAN
BUKAN PUISI LAGI
Bukan puisi lagi yang kutulis malam ini
selain secercah pengharapan, yang kian nganga
di pelupuk mata.
Tetapi biarlah aku diam
tuk menghitung langkahmu, yang tertinggal di kota ini
agar napas, dapat menarikmu pelan pelan
dan menitipkan namamu di kantong langit
biar sunyi menderai jendela istanamu.
Tersebab engkau adalah kekasih
bukan puisi, yang mesti kulukai berulang kali.
Ternate, 21 Februari 2017.
DI SAAT LANGKAH INGIN PULANG
Jadikanlah aku, persinggahan kata-katamu yang lelah
walau berjuta kali aku
menggunting huruf-huruf yang kaku.
Ini bukan tentang cinta
atau apapun yang dibisikan
kunang-kunang di telingamu
atau suara-suara kecil dari gunung yang paling engkau sukai
sebab aku hanya ingin satu dari kehidupan ini
karena jurang terlalu dalam
untuk waktu menutup mata
dan membiarkan angin pagi mencurimu
lalu membawa ke pembaringan.
Ini juga bukan tentang rasa yang tertinggal
atau sekawanan mendung yang terlanjur menetas menjadi hujan
atau nyamuk-nyamuk kecil yang telah menghisap darahmu.
Ini hanya satu kemungkinan
tentang sebuah rahasia
yang enggan pergi
sejauh mata memandang
maka biarkan Tuhan berfirman yang kesekian kalinya
agar aku lebih muda mendapatimu
di saat langkah ini ingin pulang
dan menuai buah untuk anak cucu.
Ternate, 21 Februari 2017
ANGIN YANG TERSESAT
Ia datang lagi, bukan sekedar gerimis yang tumpah
atau jeram di Halmahera.
Tetapi, angin yang tersesat sejak pagi
hingga kabut, terhimpun pekat di langit kota
dan melumbung di lereng desa.
Ya, memang bukan gerimis lagi yang menari
tetapi angin lalang
yang lupa dari mana hulunya.
Pantasan, pohon pohon di halaman kota pada tumbang
dan daun daun di desa pada rontok.
Ternate, 23 Februari 2017.
JALAN KE LANGIT
Nak,
umur hidup terlalu muda
tuk kau ratapi
sedangkan ragaku telah matang
menunggu pembaringan.
Maka siapkan bahasamu
sebagai pengantar jalanku ke langit.
Ternate, 20 Februari 2017.
Pentang Penulis: Abi N. Bayan tinggal di Supu, Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Abi N. Bayan, Penggiat seni tulis, Pembina Komunitas Parlamen Jalanan Maluku Utara (KPJ MALUT), dan tergabung di Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (GAMHAS-MU). mempublikasikan puisinya puisinya di media online www.Wartalambar.com.
PUISI PUISI FARHAN ARYA
MAYA
Hei ada sarapan di meja maya, mari sini mendekat, kita habiskan sajian di meja altar dengan kepuasan morgana.
Kemudian-
sisa-sisa makanan menempel di ujung bibir, jenuh mengeluhkan cerita, pada lembaran maya mencari pengembaraan.
Adakah kisahku tersambut, buaian aksara menjadi poin keserakahan.
Kramik, 17 Februari 2017.
ADIKKU SENI
Senja ini menyakitkan, kala sebuah napas di pertaruhkan, atas nama sebuah perjuangan, kau relakan kematian mendekat.
Hei adikku seni!
Mari duduk bersamaku berbagj rasa, sebab aku delema, marah pada keserakahan.
Puisiku menjadi basi, tongkrongannya tak memnentuk, hingga pucat pasi, ternisan.
Ah biarlah, amukan belum datang.
Jakarta, 17 Februari 2017.
Tentang penulis: Nama Farhan Arya tinggal di jl bb par hex. Ia Mempublikasihkan puisi ya di www.wartalambar.com
PUISI PUISI MUJIRAH
KISAH SILAM DI BALIK SENYUM
Ketika anila membelai rona wajahnya
kupandangi
tirta netra mengalir indah di lesung pipi
mengingatkanku pada seorang pendidik, yang berbudi baik.
Ia hidup di kala perang melanda negeri
dan hujan menjadi saksi
perjuangannya membela kaum hawa
laksana Garuda.
Namun denting kembali bersua
kupandangi lagi wajahnya
bukan kesedihan yang tercipta
tapi kebahagiaan tampak dari senyumnya.
Indonesia, 24 Februari 2017
DI SEPERTIGA MALAM
Kudengar riuh canda burung hantu, bukan takut
namun ...
yang telah kuperbuat di dunia.
Semilir angin pun merasuki diri
aku mendatangi-Nya
dan mengangkat tangan
Ya, Robbi, mohon ampun.
Sebab aku, hanya manusia
apa jadinya kami tanpa-Mu,
Tuhan ...
mana kala hujan
Engkau turunkan
beribu nikmat Engkau limpahkan.
Oh Tuhan ... hamba
hanya kefanaan
dan fatamorgana yang bercerita
tentang manis cinta yang berdusta.
Oh Tuhan---
Engkaulah Pemilik hati ini
tunjukkan jalan kemudahan
lewati berbagai cobaan
sebab bahagia kami bersama-Mu.
Indonesia, 24 Februari 2017
Tentang Penulis: Mujirah, pemilik akun fb Mj Tinx, lahir di Banyumas, 18 Februari 1992. Ia tinggal di Kalikidang 3/3, Sokaraja.
PUISI PUISI ENDANG A
ANGIN LAUT
Mama lihatlah kemari!
Kejutan alam datang menghampiri kotaku, ayolah bujuk kado itu agar tidak melebihi quota.
Dan-
pantai sudah lupa jalan pulang, dia berdiri tegak dengan haluan perahu dahaga mimpi, nyiur angin menandakan laut memberi sebuah kabar, datanglah hapus kerinduan kami
Kemudian-
peti-peti kemas turun takhta, bersumber dari korupsi pemeras hati jelata, berbondong-bondong mencari perlindungan, terhempas masa lalu.
Okelah kita lupakan sejenak, baringkan ruwetmu di atas sajadah, sejenak mengeloni damai, mengantonggi bintang-bintang kehidupan.
Jakarta, 20 Februari 2017.
JEJAK RINDU
Hangatnya rasa menjelma malam, ketika catatan kaki usang, serta bukit rindu yang bertengger.
Menampilkan sebuah tajuk tak terbaca, mimpi
mungkin, berarti kita tak sejodoh, marilah buka lembaran penuh warna.
Adapun sajian menu kehidupan, sudah memulai lembaran bara, menampilkan kisah seroja janji penuh angkara.
Juga sudut itu, kenangan bahagia serupa dengan dongeng-dongeng cerita malam,
Ingatkah mama?
Saat-
lantunan suara menina-bobokan mataku pada penatnya pengembaraan tak berujung.
Pedih Jendral!.
Jakarta, 19 Februari 2017.
Tentang penulis : Endang A lahir di Jakarta, tepatnya di jln. BB pasar hex Kramat Jati Jakarta Timur. Dia bekerja di dinas kebersihan UPK Badan Air Dan Taman Kota. Tinggal di jln Dukuh 5 penyaringan MEH jagorawi . Bergabung dengan teman temannya di komsas simalaba dan mempublikasikan puisi di wartalambar.com
PUISI PUISI NENI YULIANTI
PUISI KECILKU
Berbalik kepada waktu
anak-anakku
Engkau lindap di kelopak, menjelma air mata.
Senyum manja, tawa ceria
adalah engkau yang menggoda punggungku, memainkan ujung hijab, tentunya bahagia milik kita.
Akan tetapi, sebuah tanggung jawab
membuat jarak, dari hari-hari yang kita miliki
harus mendulang kenyataan
meski
pun
perih, merenggang. Tapi sayang taklah berkurang.
Teruslah engkau memanggilku ibu, dalam manusiamu yang sedang mekar
agar mewangi memanggil-manggil masa depan, tetap di jalan halal.
Cirebon, 19 Februari 2017
BANTING PINTU
Banting pintu!
Agar tak ada lagi celah yang masuk, nada itu kembali menyesak di hulu dada, merintih dalam diam.
Dan-
jangan paksa aku buka pintu! Biarkan tanah yang dipijak basah, merembes warna darah, tersumput dalam tempat yang sunyi, malam kelabu.
Banting pintu!
Aku lelah, menjerit pilu, menelan semua arti rasa.
Dan kembali menyemai biji puisi, agar kau mengerti, aku ingin sendiri.
Cirebon, 17 Februari 2017.
PELABUHAN HIDUP
Hai tuan, pengantar biji aksara bermajas
yang membentangkan layar di atas bahtera
di hempasan ombak, menggulung derai rindu.
Aku terperanjat, menelisik tajam dalam luka, tumpah air mata
terkikis karang oleh gelombang, menikam dalam diam.
Dan--
tatapan tuan tetap ke depan, menghitung kedalaman laut, bercerita dari hulu ke hilir, hingga berjumpa di muara senja
tentunya tuan, menggariskan arti yang berlabuh. Kembali menguraikan benang-benang rindu selendang mayang, menuliskan sisa kenangan, dalam bingkai senyum.
Cirebon, 16 Februari 2017.
NARASI KAIN KAFAN
Adalah manusia!
Di muka bumi, berserta amanah dipundaknya
yang bertikai di kerimunan dosa, mata-mata dunia.
Dan---
ketika malaikat dengan tegas melakoni tugas.
Nyawa yang dikemas, lidah kelu, mata terbelak. Sebujur kaku.
Adalah manusia!
Telanjang,ketika menjejak bumi
dan berselimut kafan di balik nisan.
Sesak, pilu, sanak keluarga
seiring langkah, terpisah dari narasi tanah merah.
Cirebon, 15 Januari 2017.
Tentang Penulis : Neni Yulianti, bertempat tinggal di kota Cirebon, kegiatan bekerja di perusahaan swasta, hobi menulis puisi, karya karyanya dipublikasikan di media online www.wartalambar.com
PUISI PUISI ELLINTA NURAINI
MENYISIPKAN NAMAMU DALAM SEMOGA
Tuan
malamku dingin
ada gigil yang mengalir
di sepanjang waktu yang tersapu.
Kulihat bayangmu mengambang di cangkirku
terteguk bersama beberapa rasa yang kusebut rindu
Di sini
di balik jendela, aku merapal doa
menyisipkan namamu dalam semoga.
Hongkong, 10 Februari 2017.
KERETAMU BELUM DATANG
Tuan,
Secepat itukah kau datang?
Bukankah keretamu masih di persimpangan?
Lalu untuk apa kau mengejar?
Sepekik nada menakutkan
Tuan,
Untuk apa kau tergesa?
Bukankah kemejamu belum di setrika
Lalu untuk apa kau berlari?
Jika bait puisi belum tertata rapi
Tuan,
Ayo pulang!
Lekas punguti sececer iman
Yang kau tinggal di pelataran malam
Tuan,
Ayo pulang!
Lekas jajakan kain kafanmu yang belum terjual.
Hongkong 22 februari 2017
SELEPAS KAU PULANG
Selepas kau pulang
Kudapati hujan di persimpangan
Juga petir dan gelegar
Mengamuk rintik dan dedaunan
Bukan hendak melawan
Sebab
Selepas kau pulang
Pelataranku tak lagi lengang
Ada tangis jalang
Tawa sumbang
Senyum hambar
Juga rindu yang mengambang
Semuanya gaduh dan mengaduh
Mengacaukan bait bait puisi yang tertulis rapi
Hingga kuharus memungutinya lagi
Hongkong 20 februari 2017
Tentang penulis: Ellinta Nuraini lahir di Jambi 1 november 1995. Tinggal di Rt 01 Rw 01 Joho Pule Trenggalek Jawa Timur. Hobi: Menulis, Hiking dan. Saat ini ia sedang bekerja sebagai buruh migran di Shatin Central Hongkong
PUISI PUISI MALA FEBRIYANI
AKU DAN PERAHU
Semilir angin, terasa
menyejukkan jiwa yang letih.
Canda tawa tak lepas, dari wajah
mereka, yang menikmati
kerinduan langit sore.
Indah, kala mata ini memandang
nan jauh
pada hamparan pepohonan
asri di negeriku.
Sejuknyapun, seirama perahu
terombang-ambing angin laut.
Akan tetapi-
hari kita kenang indah,
menjadi hari duka mendalam
bagi yang ditinggalkan.
Sebab kesenangan tak di raih
utuh
kala perahu berlayar
di pelabuhan yang bukan
lautnya.
Nasib--
ya nasib, nasi menjadi bubur.
Jakarta, 21 Februari 2017.
UNTUKMU
Apa lagi yang kau ragu?
Sementara, kata-kata sudah
habis.
Tuk membuatmu yakin
bahwa seekor merpati, yang
terpelihara di kampung sunyi
adalah untukmu.
Tapi, baiklah!
Jika di dadamu masih ada
keraguan.
Tapi kuminta, percayalah aku
sebelum kesepian meremas
tubuhku menjadi darah
dan menguap jadi nanah.
Sungguh, ada rasa pengecut
yang telah kusimpan, bukan
untuk siapa-siapa
tapi untukmu.
Jakarta, 21 Februari 2017.
Tentang penulis : Mala Febriyani tinggal di Jakarta utara, pluit penjaringan. Rt.10. Rw. 16. Apartemen regatta. Tower dubai. 21 a.
PUISI PUISI KHALIS
HARAPAN
Pada pagi yang mencegat segala mimpi
Bersama terbitnya seri suci sinar mentari
Berbekalkan doa dan keyakinan di hati
Segenap jiwa serah seluruh pada Ilahi
Pada-Nya pengijabah segala pinta
Tersemat erat asa di dada
Semoga sepanjang jalan terang cahaya
Dijauhkan dari duka sengketa
Segala yang dicita terlaksana
Pahit pun akan manis akhirnya
Hanya padaMu Tuhan kuserahkan segalanya
Sebenar hamba tiada daya dan upaya
@Borneo 20-2-17
NABI MUHAMMAD
Katu karunia terbesar dari Tuhan
Diciptakannya Nabi akhir zaman
Seorang pemimpin teladan bagi setiap insan
Sungguh satu kemuliaan
'
Dia seorang yang bijaksana
Tinggi akhlak dan pekertinya
Satu cerminan bagi umat manusia
Penyuluh terang jalan gulita
'
Ucapan dan perbuatannya serupa
Jujur tiada sedikitpun dusta
Ikhkas tulus sepenuh jiwa
Nabi Muhammad namanya
Satu rahmat dari Tuhan untuk alam semesta
@Borneo 20-2-17
Tentang Penulis: KHALIS, Lalaki kelahiran Nagara kabupaten Kandangan (KalSel) 3 Mei 1981. Puisi puisinya dipublikasikan wartalambar.com
PUISI PUISI Q ALSUNGKAWA
MENCUCI JEJAK
Setelah itu. Jauh kusembunyikan, bahkan di balik hujan, senantiasa mencuci catatan yang pernah terluka.
Tetapinya lelampah hidup tak disangkakan, sebuah tatapan kembali terbentur
padahal kita telah lama mengubur pandangan.
Kita sepakat membenci dugaan, prasangka yang kacau, yang bahkan menimba air mata.
Kita tidak sedang bicara, mungkin. Alasan untuk kemudian telah berbaring
dan setia pada waktu yang dituliskan.
Cipta Gara, Lampung Barat, 18 Februari 2017.
TENTANG KALIMAT MENUNGGU
Beragam polah mengisi kalimat menunggu. Seperti halnya merindukan sesosok yang amanah di abad ini, yang mampu menggenggam tampuk Pertiwi, tanpa ada lontaran-lontaran biji hujat.
Sepertinya, kalimat menunggu, adalah bersepupu dengan abadi, berawal namun tiada akhir.
Dari mulai detikan waktu berguguran, hingga tak terhitung lagi. Tentunya tentara, yang dinamakan pasukan jenuh, menghujam bertubi-tubi.
Kembali pada sesosok manusiaku
menina-bobokkan kerikil-keriki yang nyelap di lipatan rasa, untuk tetap memuhrim-muhrimkan nada lembut pada prasangka.
Lampung Barat, 19 Februari 2017.
JALAN MENANJAK 1
Selepas aku mengalimatkan selamat
teruntuk
yang menanggalkan massa lajang
dan berlalu dari catatan rumit di ranah suka-suka.
Kemudian sebaris doa, bertilam istiadat, yang entah dari mana muasalnya
tetapi membuming hingga
menjadi takaran harga diri.
Tetapi, biarlah itu berbudaya
Toh ... tidak menindas silaturohim.
Ya,
baiklah mari kita larutkan dalam sumringah
penghantar bahagia sang mempelai.
Talang Ogan, Lampung Barat, 19 Februari 2017.
JALAN MENANJAK ll
Selepas memohon diri
lalu meloloskan tubuh dari tikungan hujan. Tetapi masih saja dihujam derasnya butiran air langit.
Sebab jalan itu menanjak, licin oleh pemikiran yang mengaku ia sebagai bapak
pengolah tampuk hukum.
Ya, jalanan itu basah kuyup, hingga tak kuasa rodaku semena-mena, harus merunduk, serupa melintasi tamu di ruang rapat
agar hilang kesan, bahwa aku seorang rumput liar.
Masih menerobos hujan. Bahkan banyak kalimat tanda tanya, tentang mendefinisikan penggalan kisah anak manusia
yang berebut ketidak-tahuan
bukannya menyajikan celah, untuk hati saling mengidolakan, bahkan menjauhkan diri dari penyakit hati dari bayang-bayang hitam.
Namun ada hal di antara rumitnya pesta, senyum yang dua sisi
beragam prasangka. Apakah hanya selembar woyo-woyo yang tak datang mengunjungi pandangan?
Ada pun yang memecah jalan, membuat persimpangan.
Ya, aku hanya menikmati pergolakan, dan menjelma titian penghubung dari narasi "MAAF".
Lampung Barat, 19 Februari 2017.
DI SEBATAS JALAN
Jangan ucapkan selamat tinggal
itu serupa mengunci pintu
di sepanjang jalan, ragam catatan di papan-papan reklame.
Bahkan persimpangan itu
tak pernah ucapkan selamat tinggal.
Selamat atas perjalananmu: Nanang R. Engkau yang mengemasi bias abu abu
yang menyulitkan akal sehat.
Jangan lukai manusiamu dengan simbahan air mata, apalagi melontar serapah.
Ingatlah---
raut bukit sajak
yang engkau sematkan, tentunya mengunyah biji-biji tanya.
Ada apa dengan sekeping sajakmu?
Selalu dan selalu
merundung Februari, sebab kepergianmu.
Lampung Barat, 20 Februari 2017.
Tentang Penulis: Q Alsungkawa, bergiat di komunitas sastra di Lampung Barat (KOMSAS SIMALABA), ia mempulikasikan puisi-puisinya di media online www.wartalambar.com, Saibumi.com dan Lampungmediaonline.com
PUISI PUISI ROMY SASTRA
HARMONI SENJA PADA GARIS KHATULISTIWA
Pada kemilau di atas mega
samudera biru membentang
sejauh mata memandang
tetesan hulu ke hilir di sela dedaunan
bersenandung alur menuju muara
hijaunya pesona alam nusantara.
Aku sibak tatapan jauh ke ujung angan
gemuruh ombak memecah karang
pasir-pasir berbisik di bibir pantai
menyapa camar bersiul dalam alunan riak
sunyi bernyanyi bersama riuh
yang ada decak gemuruh.
Dahsyatnya sebuah keagungan
dalam simphoni harmoni senja
mendekap dalam kearifan alam nusantara
di ring road khatulistiwa.
Pada peradaban nusantara,
mimpi-mimpi indah menjelma ke dalam tahta
dari magis rimba pertapaan bunian
sang punggawa pun ikut bertapa kedigdayaan
untuk sebuah keutuhan pagar betis
demi sebuah kejayaan jawara
mengukuhkan kekuasaan
di titik batin
berjayalah sebuah budaya lama
lestarikan peninggalan itu
dalam kearifan indahnya mayapada.
Alam asri museumkan di hati kita
bersemilah cinta kuntum jadi mekar
di bumi kathulistiwa ini
antara Melayu Indonesia
Malaysia, Brunai, dan Singapura.
Selamat sore dari Jakarta
Jakarta, 23,02,2017
SABDA AZALI
Empat anasir berpadu
menjadi koloni buat tubuh
Nur Muhammad telah dulu bersaksi
Hu Dzatullah
Asyhadu alla ilaha illallah
Segalanya bermula dari alam kosong
yang ada DzatNya
Nur Qun Hu Dzullah
di dalam kandungan Qun Nur Muhammad dari pada DzatNya
Berkuasanya Dzat kepada sifat
tidak Aku jadikan engkau wahai Muhammad
melainkan rahmat untuk sekalian alam
Berfirman Rabbani pada sifatullah,
teteskan air nuktahmu wahai NurKu!
Nur mani menjadikan cahaya putih,
kepada air
Nur madi menjadikan cahaya hitam,
kepada bumi
Nur wadi menjadikan cahaya merah,
kepada api
Nur maningkem menjadikan cahaya kuning,
kepada angin
Tiada kosong telah terisi wajibul wujud
Bersabda sifatullah:
iyakun kun jadi, jadilah engkau Jibril
penguasa bumi
Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Mikail
penguasa air
Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Israfil
penguasa angin
Bersabda sifatullah:
iyakun payakun jadi, jadilah engkau Izrail
penguasa api
Kepada Adam tercipta sebagai insan kamil
khalifah di muka bumi,
tiada upaya semua tercipta mengabdi
Adam papah tak memiliki daya
sabda Rabbani titipkan karsani kepada Jibril
karsani ditiupkan ke tubuh Adam
Adam berdaya,
apa yang ada di dunia menyerah
Idajil tak terima
Daya keimanan Adam pada keinginan
menjadikan rasa mecumbui nafsu duniawi
Karsani tertancap di ubun
tembus ke dubur jadi abu
berjalan di bumi Allah
gelisah tak berpenamping
dari keinginan tercipta Hawa
tempat bermanja dan terlena
sesungguhnya surga dan neraka itu
nyata ada di dunia dan di jiwa ini
Jakarta, 21/2/17
Tentang Penulis: Lelaki Berdarah Minang Sumatera Barat ini tinggal di Pesing Koneng RT 8/2 No 55 Kelurahan Kedoya Utara, Kecamatan Kebon Jeruk-Jakarta Barat
Tidak ada komentar