Cerpen Mala Febriyani "RUMAH KETIGA AKU DAN KAMU MENJADI KITA"
DARI REDAKSI
Kirimkan Cerpenmu,, dilengkapi dengan biodata diri dan foto bebas dalam satu file ke e-mail: riduanhamsyah@gmail.com. Redaksi akan memberi konfirmasi pd penulis yg karyanya dimuat. Bila dalam 2 bulan karyamu tidak dimuat maka dinyatakan belum layak. (Mohon maaf sebelumnya laman ini belum dapat memberikan honorium). Salam segenab redaksi.
Cerpen Mala Febriyani
RUMAH KETIGA AKU DAN KAMU MENJADI KITA
Di ujung cafe Rin Chan. Gadis berbaju putih dan hijab coklat duduk termenung memandang bunga-bunga, taman buatan. Tanpa meneguk kopi yang di hidangkan pelayan tampan.
Pelayan itu terpesona ketika meliha gadis itu masuk dan langsung memesan secangkir kopi susu. Paras cantiknya melambai para kaum Adam melirik, sebab wajah tanpa make up nya mampu membuat orang tahu betapa sederhananya.
Dari jauh pelayan tampan terus memandangnya tanpa lelah dan bosan.
Ia berfikir sepertinya gadis itu sedang mempunyai masalah berat, sehingga, wajahnya tampak sendu.
Sementara gadis yang bernama Maula Nur Baety atau biasa di sapa Mala. Tidak peduli keadaan sekitar. Saat ini ia hanya ingin sendiri dengan secangkir kopi kesukaannya.
Tak berselang terdengar bunyi pesan Mesengger di ponselnya mengalihkan lamunannya.
Ia membuka pesan inbox dari teman sesama penulis novel. Yang bernama Risma Mei Lina.
"Kak Mala, mau aku gabungin ke Group sastra? Aku lihat kakak suka nulis Puisi di Wattpad."
Pesannya yang langsung kubalas.
"Boleh banget Ris, dengan senang hati. Aku ingin belajar puisi sastra. Makasih ya."
"Sama-sama kak Mala, oh ya kakak umur berapa?" Tanyanya mulai akrab.
"Aku 21 pas nanti tanggal 20 Juli, Ris. Kalo kamu?" Tanyaku kembali ramah.
Dan mengalirlah berbagai cerita, dari bahas buku yang disuka sampai bahas pria yang disuka.
Selepas tandas kopinya ia pergi kesebuah tempat di mana ia bisa terawa lepas bahagai melihat mereka.
Ia menuju Panti Asuhan yang terletak di Jakarta Timur. Pantinya jauh dari mana pun. Jika mau ke swalayan harus menempuh sekitar 1 jam. Apalagi Pasar sangat jauh dari letak Panti.
Setelah belanja makanan ringan dan berbagai menu buka puasa, ia memberhentikan taksi dan menuju Rumah Ketiga selain. Rumah Allah, Rumah Ibu dan Rumah Panti.
Setelah menempuh perjalanan jauh. Akhirnya tiba juga di Surga yang selalu kurindukan menggantikan. Tawa mereka adalah bahagiaku.
"Assalamu'alaikum wr wb." salamnya setelah mengetuk pintu.
Dari arah kanan, kiri dan belakang semua keluar memamerkan gigi-giginya bahagia dengan berlari kecil ramai-ramai.
"Tanteee,... " teriak mereka bersamaan. Sedangkan ibu panti yang sudah Mala anggap ibu kedua menjawab salam dengan tersenyum.
"Hei ... hei ... hei, siapa tadi yang tidak menjawab salam Tante?" Tanya Mala pada mereka semua dengan muka sok galak.
"Aku jawab" "Dion tuh, Tan" "Enak aja, Bian tuh Tan" selalu mengisi ruang ini seperti ini ketika setiap ia berkunjung.
"Sudah, sudah. Sekarang Tante tanya. Siapa yang puasa angkat tangan?" Ujar Mala melerai perdebatan kecil.
Semuanya mengangkat tangan bersamaan. Bersama wajah ceria yang selalu buat Mala rindu.
Ia bersyukur anak-anak panti disini baik dan menurut tidak ada yang membangkang. Mereka rata-rata umur 3 sampai 10 Tahun. Cuman ada beberapa yang berumur 14.
Menjelang sore semuanya punya kegiatan masing-masing. Ada yang main, ada yang bantu menyiapkan makanan buka puasa ada pula yang membersakan kamar masing-masing.
Selepas membantu memasak makanan buka puasa dan sahur, Mala berjalan berniat mengambil ponselnya di tas namun di ruang tengah ia melihat Bianka sendirian di samping kolam ikan.
Dengan lambat Mala berjalan menghampirinya.
"Bian, kenapa sayang?" Tanya Mala lembut.
"Tidak apa-apa kak." jawabnya sendu.
"Apakah kakak atau bunda pernah mengajarkan Bian berbohong? Jika tidak, kakak mohon jujur. Kalau Bian sayang kakak."
"Maaf kak ... hiks, bukan bermaksud berbohong. Bian hanya tidak ingin terlihat lemah." tangis gadis kecil itu pecah dalam dekapan Mala.
"Sayang, lihat mata kakak. Terkadang memang sulit menjelaskan apa yang kita rasa namun yakinlah. Dengan berbagi setidaknya kamu merasa lega bahwa kamu tidak sendiri. Ceritakan semua yang kamu rasakan dan pikirkan. Biarkan kakak menjadi tempatmu bersandar kedua setelah Allah." jawabku dengan membelai lembut kerudung kecil yang menutup kepala kecilnya.
"Aku ingin sekali melihat wajah ayah kak, sebelum ibu meninggal ibu bilang bahwa ayah masih hidup kak. Aku ingin sekali tapi aku tidak tahu di mana ayah kak." ceritanya dengan air mata bercucuran.
Ya Allah ... Betapa hamba tahu perasaan ini. Karena sesungguhnya hamba pun sama merindukan ayah kandung hamba. Ridhoilah hamba menjadi ayah dan ibu serta teman untuk Bianka.
"Kenapa kakak menangis?" Tanya Bian dengan wajah bingung.
Mala bingung ingin berkata apa. Ia tidak ingin bercerita biarlah ia tanggung rindu ini sendiri.
"Ikut kakak yuk." tawar Mala mengalihkan pembicaraan.
"Kemana?" Tanyanya polos.
Setelah sampai di persawahan terdekat dari Panti. Mala memilih tempat duduk yang nyaman.
"Sini sayang, kamu mau tinggal dengan kakak di tempat kost?" Kakak ingin menemanimu selalu agar kamu tak merasa sendiri.
"Mau banget kak." jawabnya riang.
"Tapi janji ya, tidak boleh sombong. Dan ingat kakak gak mau mereka berfikir kakak pilih kasih. Oke sayang, cukup hanya kita berdua yang tahu."
"Siap kakak sayang."
Hari-hari Mala terasa indah kala kost yang dulu kosong hanya ada aku dan temanku kini hadir Bianka mampu menghilangkan penatku saat menulis dan kerja.
Di kamar Mala masih terjaga ia sudah lama tidak online. Bian sudah terlelap selepas sholat tarawih.
Ia membuka inbox Mesengger saat mendengar bunyi rentetan dari inbox sampai bbm.
Messengger.
"Assalamu'alaikum semua, salam kenal saya Mala." sapaku memulai.
"Wa'alaikumsalam wr wb. Salam kenal juga Mala. Selamat bergabung." jawab salah satu dari mereka.
"Ayo Mala coba kirim satu puisi sebagai awal perkenalan." kata cowok yang tertera nama Facebooknya Abi N Bayan.
"Baik kak." jawabku sopan.
Di kamar Mala memikirkan puisi apa ya. Setelah memikirkan ia akhirnya menulis puisi sebagai tanda perkenalan.
AKU DAN PERAHU
Karya Mala Febriyani
Semilir angin, terasa
menyejukkan jiwa yang letih.
Canda tawa tak lepas, dari wajah
mereka, yang menikmati keindahan
langit sore.
Indah, kala mata ini memandang
nan jauh pada hamparan pepohonan
asri di negeriku.
Sejuknyapun, seirama perahu
terombang-ambing angin laut.
Akan tetapi--
hari kita kenang indah,
menjadi duka mendalam
bagi yang ditinggalkan.
Sebab, kesenangan tak diraih
utuh kala perahu berlayar di
pelabuhan yang bukan di lautnya.
Nasib--
ya nasib, menjadi bubur.
Jakarta, 7 Juni 2017.
Dan mengalirlah obrolan. Salah satu dari mereka menyarankan aku bergabung di Group Silaturahmi Masyarakat Lampung Barat atau yang biasa di sebut SIMALABA. Dan menyukai web. Komsas Simalaba.
Perminggu mereka kirim ikut tampil. "SEMARAK PUISI MALAM MINGGU" dan banyak anak Group sastra di Messengger yang ikut kirim.
Mala pun ikut sama-sama belajar. Ikut kirim perminggu. Dari yang lolos 2 atau 3 hingga lolos semua. Itu merupakan semangat baru karena ada celah untuk terus belajar.
Di Group itu ia mulai mengenal anak Lampung. Padahal sangat jauh dari asli ia di lahirkan. Namun kini bahkan tak pernah Terbayangkan Mala dari sebelum bergabung di Group itu.
Teman kost Mala merasa heran karena akhir-akhir ini Mala sering tertawa bahkan biasanya ia tak pernah suka menulis semenjak SMP.
"Kamu lagi chat sama siapa sih Mal?" Tanya teman kostku yang bernama Rachmatina Tyaz.
"He ... he, ini Group inbox. Bahkan ada yang suka sama aku salah satu anggota yang anak Lampung. Yas, gimana nih. Masalahnya gila jauh banget. Brebes-Lampung." bingung Mala karena jarak mereka jauh sekali.
"Jarak tidak akan mengubah apapun jika mencintai tulus. Mal, lagian siapa saja yang gabung?" Rupanya penasaran juga temanku ini.
"Banyak bahkan jauh-jauh Yas. Ada Abi N Bayan dari Ternate, Neni Yulianti dari Cirebon. Bunda Swanti dari Riau. Risma Mei Lina Bandung. Nanang R Banjarnegara. Kalau yang di Lampung Barat Q Alsungkawa, Aan Hidayat, Onoy, Muhammad Sarjuli dll. Banyak dech lain daerah." jawab Mala yang sibuk BBM dengan Muhammad Sarjuli.
Hingga terjalinlah hubungan Mala dan Muhammad Sarjuli. Dari bulan Februari hingga bulan Juni, Tahun 2017.
Sebuah hubungan memang tak memerlukan dasar jarak, jika Allah berkehendak tidak ada yang bisa menduga.
Kita memang memulai dari dunia maya namun di hati Mala yakin bisa memulai di dunia nyata.
Namun--
tidak selamanya senja indah, kala terbenamnya luka yang terbit menggantikan senja.
Kekataku Habis, saat ia pergi. Hingga aku lupa caranya tersenyum. Bagaikan debu pesisir jalan yang terbang tak beraturan hatiku. Pedih itu saat tahu ketulusan dan cinta yang sepenuh hati terhempas. Terlempar tak bertuan di jalanan.
Di persimpangan jalan menuju kost aku lunglai. Oleh kekecewaan yang mendera dalam dada ini.
Bagaimana lagi, harus kujabarkan kalimat cinta tulus sesungguhnya untuk dia. Sementara masih ada keraguan dalam hati ia. Apakah ini yang di namakan ujian dalam hubungan.
Lantas!
Kemana muara kisah kita kan berlabu, setelah teronggok tak berguna hingga tinggal puing-puing mati.
Bismillaahir Rahmaanir Rahiim.
Allahummaj'al Lii Nuuraan Fii' Qalbii Wanuuran Fii Qabrii Wanuuran Fii Sam'ii Wanuuran Fii Basharii Wanuuran Fii Sya'rii Wanuuran Fii Basyarii Wanuuran Fii Lahmii Wanuuran Fii Damii Wanuuran Fii'Izhaamii Wa Nuuran Min Khalfii Wanuuran 'An Yamiiinii Wanuuran 'An Syimaalii Wa Nuuran Min Fauqii Wanuuran Min Tahtii Allaahumma Zidnii Nuuran Wa Aithinii Nuuran Waj'al Lii Nuuran Waj'alnii Nuuran.
Ya Allah, berilah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam kuburku, cahaya pada Pendengaranku, cahaya pada penglihatanku, cahaya pada rambutku, cahaya pada kulitku, cahaya pada dagingku, cahaya pada darahku, cahaya pada tulangku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di Kananku, cahaya diriku, cahaya di atasku dan cahaya di bawhku. Ya Allah, berikanlah cahaya-cahaya itu padaku.
~ Doa Pikiran Terang ~
'Ya Allah ... jika Muhammad Sarjuli jodoku. Dekatkanlah ia, mudahkanlah jalan hubungan ini. Namun, jika memang ia bukan jodohku. Jauhkanlah ia, bantu hamba untuk ikhlas ia bahagia walau tidak denganku.' doa-doa itulah yang selalu Mala selipkan dalam setiap ia selepas sholat.
Biarlah---
kan kuwarnai, hitam pekat yang menyelimuti hidupku dengan cahaya terang bersama anak yatim piatu di panti. Mereka akan selalu menjadi pelangi dalam hidupku.
Satu minggu masih sunyi meliputi jiwa dan hati ini. Hingga satu bulan. Ia tak kunjung kasih kabar.
'Mas, di mana kamu? Apakah kamu mencintai orang lain. Katakan namun, jangan buat aku menunggu harapan yang masih mentah.' batin Mala resah.
Andai malam ini, cahaya benderang namun hanya remang cahaya lampu yang berpijar bahkan bintang pun bersembunyi di balik awan hitam.
Lelah itu menghampiri air mata yang setiap hari deras. Oleh arti sebuah cinta.
Hingga terbesit ingin pergi sejauh mungkin dan melupakannya namun di pertengahan tahun ia hadir kembali. Tanpa rasa bersalah telah pergi begitu saja meninggalkan berjuta kecewa dalam hati Mala.
Saat ingin memaki dengan berjuta kekata kasar, saat ingin teriak meminta penjelasan. Semua terhenti kala Mala melihat wajah yang selalu di rindukan.
Kekata hilang di pertengahan, menelah semua kebencian menimbulkan gelegar cinta kembali. Yang menyatu hubungan ini lagi.
Hujan telah reda dalam kisahnya, hanya rerintik gerimis yang menyelimuti kapan saja. Saat Tuhan berkehendak.
Kisah itu terjalin lagi, dan lagi dalam hidup gadis Brebes yang merantau di Jakarta.
Dahulu yang hanya ia dan aku. Menjadi aku dan kamu bagi Mala. Dan Rumah ketiga yaitu Panti di mana letak anak-anak yang membutuhkan lambaian kebaikkan kita yang mampu.
Jika kau mampu berbagi. Maka, berbagilah pada yang membutuhkan sebab kelak kau akan dibagikan yang lebih melimpah oleh Yang Maha Kuasa.
Jangan memandang remeh anak jalanan. Lihatlah bola matanya yang menjerit kelaparan, terkadang memang sulit membedakan namun sendu wajahnya akan mampu membedakan.
Tengoklah sekilingmu, karena tanpa kau sadar masih banyak yang pilu akan hidup memikirkan esok makan apa.
Jadikanlah bulan yang penuh berkah menjadi bulan Surgamu mengumpulkan amal untuk di akhirat.
Selepas sholat ia membaca BBM dari kak Neni Yulianti yang paling ia sayang di dunia Maya selain sahabat.
"Dedek, bagaimana kabarnya? Kakak kangen. Kemana aja sayang?" Tanya ia. Yang bisa di rasakan betapa khawatirnya ia.
Pesannya. Yang langsung di balas Mala.
"Alhamdulillah ... baik kak, bagaimana kabar kakak. Dd juga kangen kakak." balas Mala tersenyum bahagia karena masih ada yang peduli padanya.
Dan mengalirah obrolan kita yang selalu tak berujung karena kita selalu membahas apapun itu. Memang Mala tipipkal yang tidak mudah curhat tentang pribadinya. Namun jika menghargai dan obrolan humor lainnya ia akan mengalir.
Terkadang, apa yang kita alami tidak harus selalu kita ceritakan sebab ada waktunya kita tidak ingin orang mengkhawatirkannya. Biarlah ujian itu di hadapi sendiri karena ia hanya tidak ingin takut salah sudut pandang.
Kak Neni dan Abang Q adalah dua orang yang dekat selain Muhammad Sarjuli dan Mas Nanang. Mereka selalu mengerti aku.
Terima kasih semua, tanpa kalian aku masih menjadi wanita biasa aja yang tanpa pernah memikirkan diksi-diksi.
Indah itu saat menerima dan memulai dengan niat baik. Maka atas kehendak Sang Pencipta hasilnya baik juga. Tulus yang ditanam.
Jakarta, 07 Juni 2017.
Tentang penulis :
Nama : Mala Febriyani
Karyawan, di Jakarta Utara.
Menerbitkan karya-karya puisi di www.wartalambar.com dan komsas simalaba.
Alamat : Brebes, Jawa Tengah. Bulakamba pasar bawang Klampok. Banjartama, Rt. 04 Rw. 09. Gg. Batara 2.
Tidak ada komentar