HEADLINE

Terjerat Kemerdekaan: Kisah Warga Siring Gading yang Bertaruh Nyawa Menghadapi Infrastruktur Terbengkalai

Kisah Warga Siring Gading yang Bertaruh Nyawa

PESISIR BARAT - Sudah 79 tahun Indonesia merdeka, namun kisah kemerdekaan itu terasa sangat berbeda di Pekon Siring Gading, Kecamatan Bangkunat, Pesisir Barat. Di wilayah ini, kemerdekaan tampak seperti ilusi yang jauh dari jangkauan. Warga pekon ini terpaksa bertaruh nyawa setiap kali mereka berusaha melintasi jalan rusak dan menghadapi terjangan ombak demi mencapai pusat kecamatan.

Perjalanan menuju Pekon Siring Gading adalah sebuah perjuangan yang seolah tak berujung. Jalan menuju pekon ini, salah satu dari empat pekon di wilayah Enclave Way Haru, telah lama dibiarkan rusak. Ratusan tahun tanpa perbaikan membuat jalan ini dipenuhi lumpur tebal yang mengeras di musim kemarau dan menjadi licin berbahaya saat hujan turun. Bagi warga setempat, jalan ini bukan sekadar akses, melainkan tantangan hidup yang harus mereka hadapi setiap hari.

Kisah Warga Siring Gading yang Bertaruh Nyawa

Sementara itu, biaya ojek untuk mengangkut barang dari pekon ke pasar menjadi beban tersendiri. Tarif ojek untuk setiap kilogram barang adalah Rp2.500 dalam kondisi cuaca cerah. Namun, tarif ini bisa meningkat drastis menjadi Rp5.000 per kilogram saat hujan deras mengguyur, menambah beban finansial yang sudah berat bagi para petani. 

Ketika jalanan menjadi terlalu sulit untuk dilalui, banyak warga yang memilih untuk melintasi bibir pantai sebagai alternatif. Namun, pilihan ini tidak tanpa risiko. Gelombang laut yang ganas bisa menggulung kapan saja, seperti yang terjadi tahun lalu ketika tiga motor terseret ombak. Banyak warga yang mengalami kecelakaan, tertimpa motor yang terguling atau terseret ombak, menambah derita mereka yang sudah terjebak dalam kondisi jalan yang memprihatinkan.

Kisah Warga Siring Gading yang Bertaruh Nyawa

Walaupun jarak antara Pekon Siring Gading dan Pasar Wayheni hanya sekitar 19 kilometer, perjalanan ini bisa memakan waktu hingga dua hari. Dalam kondisi jalan yang layak, jarak ini seharusnya dapat ditempuh dalam waktu satu jam. Namun, medan yang berat dan cuaca yang tidak menentu menjadikan perjalanan ini sebuah perjuangan yang sangat melelahkan.

Anas, seorang warga, mengungkapkan, "Takut pasti ada, Pak. Tapi kalau jalanannya parah, risikonya adalah barang tidak bisa diangkut. Kadang kami terpaksa mencoba lewat laut, meskipun taruhannya nyawa. Kalau kena ombak ya sudah, nasib." Ucapan Anas mencerminkan harapan yang semakin memudar di tengah perjuangan yang tak berujung.

Kisah Warga Siring Gading yang Bertaruh Nyawa

Kepala Desa Siring Gading, Rohman Alfaqier, menjelaskan bahwa salah satu kendala utama dalam pembangunan infrastruktur adalah izin dari Kementerian Kehutanan, karena jalan tersebut berada dalam wilayah Taman Nasional. "Musim hujan membuat jalan menjadi becek dan berlumpur. Di musim cerah, meski bisa dilewati, banyak kendala yang harus dihadapi. Kerjasama antara pihak kabupaten dan kementerian kehutanan sangat sulit dijalin, dan kami masih menunggu perjanjian yang memungkinkan pembangunan jalan ini," katanya.

Rohman hanya bisa berharap agar pemerintah pusat segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan pembangunan jalan. Harapan ini adalah sinar kecil di tengah kegelapan yang melanda kehidupan sehari-hari warga Pekon Siring Gading. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah ketika semua warga, di mana pun mereka berada, merasakan kemajuan dan kesejahteraan yang layak. Harapan terbesar adalah agar kisah perjuangan warga Siring Gading bukan hanya menjadi cerita sedih yang mengiringi perjalanan bangsa, tetapi juga menjadi dorongan kuat untuk memastikan bahwa setiap sudut negeri ini, tak peduli seberapa terpencil, merasakan buah dari kemerdekaan yang sejati. (Pascal)

Tidak ada komentar